Nama : Nurul Anwar
Npm : 25212526
Kelas : 4EB20
ETIKA PROFESI AKUNTANSI — Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi
Akuntansi Sebagai Profesi dan Peran Akuntan
Menurut International Federation of Accountants, profesi
akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang
akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang
bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di
pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Akibat berlakunya kesepakatan Internasional mengenai
pasar bebas di Indonesia, profesionalisme profesi khususnya sebagai akuntan
harus siap dalam menghadapi tantangan-tantangan yang muncul. Menurut Machfoedz
(1997), profesionalisme suatu profesi mensyaratkan tiga hal utama yang harus
dipunyai oleh setiap anggota profesi tersebut, yaitu: keahlian (skill), karakter (character), dan pengetahuan (knowledge).
Tujuan profesi
akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme
tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Supaya tujuan tersebut tercapai, profesi
akuntan perlu memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku
anggotanya. Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur
oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI). Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan
menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin
diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan.
1. Akuntan
Publik (Public Accountants/External
Accountant)
Akuntan independen yang beperan untuk
memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu. Seorang akuntan publik
dapat melakukan pemeriksaan (audit), misalnya terhadap jasa perpajakan, jasa
konsultasi manajemen, dan jasa penyusunan sistem manajemen.
2. Akuntan
Intern (Internal Accountant)
Akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan
atau organisasi. Akuntan intern ini disebut juga akuntan perusahaan atau
akuntan manajemen. Tugasnya adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan
keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada
pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan
pemeriksaan intern.
3. Akuntan
Pemerintah (Government Accountants)
Akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga
pemerintah, misalnya dikantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
Badan Pengawas Keuangan (BPK).
4. Konsultan
SIA/SIM
Dilakukan oleh akuntan diluar pekerjaan
utamanya adalah memberikan konsultasi mengenai berbagai hal yang berkaitan
dengan sistem informasi dalam sebuah perusahaan. Seorang konsultan SIA/SIM
dituntut harus mampu menguasai sistem teknologi komputerisasi disamping
menguasai ilmu akuntansi.
5. Akuntan
Pendidik
Akuntan pendidik adalah akuntan yang
bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan
akuntansi, mengajar, dan menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan
tinggi.
Ekspektasi Publik
Profesi akuntan dianggap
menjadi salah satu urat nadi perekonomian global. Seorang akuntan diharapkan
andal dan kompeten dalam menghasilkan informasi keuangan yang akan dijadikan
sebagai landasan utama pengambilan keputusan kebijakan ekonomi. Mekanisme perekonomian
global tersebut telah mengubah cara pandang terhadap profesi akuntan. Tadinya,
profesi akuntan hanya dianggap sebagai pencatat dan pengolah transaksi, atau
sekedar penghasil informasi semata. Namun, saat ini publik mengharapkan seorang
akuntan bisa
memenuhi kebutuhan informasi para pelaku ekonomi global khususnya para pemegang
saham dari setiap penjuru dunia sehingga tingkat standar kompetensi dari
seorang akuntan diharapkan terus terbaharui sehingga menjadi nilai tambah dalam
entitasnya. Dengan adanya ekspektasi semacam itu, adanya unsur kepercayaan
dalam hubungan antara akuntan dan pihak-pihak yang berkepentingan adalah hal
yang mutlak.
Beberapa faktor yang menyebabkan
perubahan ekspektasi publik terhadap perilaku bisnis yaitu urusan lingkungan,
sensitivitas moral, penilaian buruk dan aktivis, ekonomi dan tekanan
persaingan, skandal keuangan (kesenjangan ekspektasi dan kesenjangan
kredibilitas), kegagalan kepemimpinan dan penilaian resiko, peningkatan
keinginan transparansi, sinergi semua faktor dan penguatan institusional.
Perubahan ekpektasi publik
terhadap bisnis pada gilirannya melahirkan sebuah mandat baru bagi dunia usaha.
Milton Friedman (1970) memberikan pandangan bahwa bisnis hadir untuk melayani
masyarakat umum, bukan sebaliknya. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa perusahaan
didalam sistem pasar bebas, melalui eksekutif perusahaan, bertanggung jawab
kepada pemegang saham dalam bentuk menghasilkan laba tetapi harus menyelaraskan
hal tersebut dengan aturan dasar yang ada dalam masyarakat. Kedua hal tersebut
kemudian diwujudkan dalam bentuk aturan hukum dan aturan etika. Hal tersebut
menjadikan ukuran kinerja perusahaan tidak hanya terlihat dari kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba tetapi juga bagaimana perusahaan dapat
selaras dengan aturan hukum dan etika yang diharapkan oleh publik.
Perubahan ekpektasi publik
terhadap bisnis juga akan mempengaruhi ekpektasi publik terhadap peran akuntan.
Trade Off antara akuntan sebagai
bagian dari perusahaan dan sebagai penjaga kepentingan publik bisa dikatakan
sulit. Pada satu sisi, akuntan sebagai bagian dari perusahaan diharapkan mampu
dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai karyawan dalam sebuah perusahaan, sisi
lainnya adalah publik mengharapkan agar akuntan juga tetap profesional dan memegang
teguh nilai-nilai objektifitas, integritas dan kerahasiaan untuk melindungi
kepentingan publik.
Nilai-nilai Etika vs Teknik Akuntansi/Auditing
|
NILAI-NILAI
ETIKA
|
VS
|
TEKNIK
AKUNTANSI/AUDITING
|
|
|
Integritas:
|
setiap
tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi,
kejujuran dan konsisten.
|
Adalah aturan-aturan khusus
yang diturunkan dari prinsip-prinsip akuntan yang menerangkan
transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas
akuntansi tersebut.
|
|
|
Kerjasama:
|
mempunyai
kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim.
|
Terdiri
atas:
·
budgetary
accounting
·
commitment
accounting
·
fund
accounting
·
cash
accounting
·
accrual
accounting
|
|
|
Inovasi:
|
pelaku
profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan
metode baru.
|
||
|
Simplisitas:
|
pelaku
profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah
yang kompleks menjadi lebih sederhana.
|
||
Perilaku Etika dalam Pemberian Jasa Akuntan publik
Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur
dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi
yang disajikan dalam laporan Keuangan oleh manajemen perusahaan. Profesi
akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu:
a.
Jasa
assurance
Adalah jasa
profesional independen Yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil
keputusan.
b.
Jasa
atestasi
Adalah suatu
pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang Independen dan kompeten tentang
apakah asersi suatu entitas sesuai Dalam semua hal yang material, dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Jasa ini terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure).
c. Jasa nonassurance
Adalah jasa
yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu
pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat
memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat
terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi
tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan
profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.
Contoh Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi
Kasus Mulyana W Kusuma
Kasus ini terjadi sekitar tahun
2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK
yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic
pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara,
amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan
pemeriksaan, badan dan BPK meminta
dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa
laporan tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi
informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu
bulan setelahnya. Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum
selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar
penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan
penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam
penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerja sama dengan auditor BPK.
Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya
penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua
kali pertemuan mereka. Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu
pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan
pihak lain berpendapat bahwa Salman
tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah
melanggar kode etik akuntan. Sumber: http://www.suaramerdeka.com)
Komentar:
Dalam konteks kasus Mulyana W
Kusuma, dapat dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah pihak, pihak ketiga (auditor), maupun
pihak penerima kerja, yaitu KPU, sama-sama tidak etis. Tidak etis seorang
auditor melakukan komunikasi kepada pihak yang diperiksa atau pihak penerima
kerja dengan mendasarkan pada imbalan sejumlah uang sebagaimana terjadi pada
kasus Mulyana W Kusuma, walaupun dengan tujuan “mulia”, yaitu untuk mengungkapkan
indikasi terjadinya korupsi di tubuh KPU. Dari sudut pandang etika profesi,
auditor tampak tidak bertanggungjawab, yaitu dengan menggunakan jebakan imbalan
uang untuk menjalankan profesinya. Auditor juga tidak punya integritas ketika
dalam benaknya sudah ada pemihakan pada salah satu pihak, yaitu pemberi kerja
dengan berkesimpulan bahwa telah terjadi
korupsi.
Dari sisi independensi dan
objektivitas, auditor BPK sangat pantas diragukan. Berdasar pada prinsip hati-hati, auditor BPK telah secara
serampangan menjalankan profesinya. Sebagai seorang auditor BPK seharusnya yang
dilakukan adalah bahwa dengan standar teknik dan prosedur pemeriksaan, auditor
BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar mengungkapkan bagaimana
aliran dana tersebut masuk ke KPU dan bagaimana dana tersebut dikeluarkan atau
dibelanjakan. Dengan teknik dan prosedur yang juga telah diatur dalam profesi akuntan, pasti akan terungkap hal-hal
negatif, termasuk dugaan korupsi kalau memang terjadi.
Tampak sekali bahwa auditor BPK
tidak percaya terhadap kemampuan profesionalnya, sehingga dia menganggap untuk
mengungkap kebenaran bisa dilakukan segala macam cara, termasuk cara-cara tidak
etis, sekaligus tidak moralis sebagaimana telah terjadi, yaitu dengan jebakan. Dalam kasus ini kembali lagi kepada
tanggung jawab moral seorang auditor di seluruh Indonesia, termasuk dari BPK
harus sadar dan mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa berat memegang amanah dari rakyat untuk
meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat yang dikelola berbagai pihak telah
digunakan sebagaimana mestinya secara benar, akuntabel, dan transparan, maka
semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di negeri ini.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar