Npm : 25212526
Kelas : 4EB20
Etika Dalam Auditing
A.
Pengertian Etika
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika
berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah
cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika terbagi menjadi tiga bagian
utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai
etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika)
B.
Pengertian Auditing
Auditing adalah suatu proses dengan
apa seseorang yang mampu dan independent dapat menghimpun dan mengevaluasi
bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan
tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari keterangan
yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
C.
Pengertian Etika Auditing
Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk
melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi
yang dapaat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan
melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang
dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.
D.
Kepercayaan Publik
Profesi akuntan memegang peranan yang penting
dimasyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien,
pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan
keuangan, dan pihak lainnya bergantung pada objektifitas dan integritas akuntan
dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan
Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang dilayani anggota secara
keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan
dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan
negara.
Kepercayaan masyarakat umum sebagai pengguna jasa
audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik.
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa
independensi auditor ternyata berkurang,
bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh
keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi
sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus
secara intelektual jujur, bebas dari setiap
kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan
dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam
penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung,
profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai
tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas
mereka.
E. Tanggung
Jawab Auditor Kepada Publik
Profesi akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan
yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib
dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh
perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik.
Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya
memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi
memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan
sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan.
Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan
integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk
melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan
jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat
profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah
seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
Justice Buger mengungkapkan
bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan laporan penilaian
mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung jawab kepada
publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya. Akuntan publik
yang independen memiliki fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh terhadap para
kreditur dan pemegang saham saja, akan tetapi berfungsi sebagai ”a
public watchdog function”. Dalam menjalankan fungsi tersebut seorang
akuntan harus mempertahankan independensinya secara keseluruhan di setiap waktu
dan memenuhi kesetiaan terhadap kepentingan publik. Hal ini membuat konflik
kepentingan antara klien dan publik mengenai konfil loyalitas auditor.
Hal serupa juga diungkapan
oleh Baker dan Hayes, bahwa seorang
akuntan publik diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan cara
yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari contractual arragment antara
akuntan publik dan klien.
Ketika auditor menerima penugasan audit terhadap
sebuah perusahaan, hal ini membuat konsequensi terhadap auditor untuk
bertanggung jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik
mengenai kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan
untuk waktu tertentu memberikan ”fiduciary responsibility” kepada
auditor untuk melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien
yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.
F. Tanggung
Jawab Dasar Auditor
The Auditing Practice Committee, yang
merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun 1980,
memberikan ringkasan mengenai tanggung jawab auditor, yaitu :
1.
Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor
perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
2.
Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti
sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai
dasar penyusunan laporan keuangan.
3.
Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan
reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
4.
Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk
menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan
mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
5.
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor
melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam
hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang
didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan
keuangan.
G. Independensi
Audit
Pengertian
Independensi Akuntan Publik
Independensi berarti sikap mental
yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain, tidak tergantung
pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan adanya kejujuran dalam diri
auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif
tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Dalam melaksanakan proses audit,
akuntan publik memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan
keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan
disajikan oleh klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen
terhadap kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun terhadap
kepentingan akuntan publik itu sendiri.
Penilaian masyarakat atas
independensi auditor independen bukan pada diri auditor secara keseluruhan.
Oleh karena itu, apabila seorang auditor independen atau suatu Kantor Akuntan
Publik lalai atau gagal mempertahankan sikap independensinya, maka kemungkinan
besar anggapan masyarakat bahwa semua akuntan publik tidak independen.
Kecurigaan tersebut dapat berakibat berkurang atau hilangnya kredibilitas
masyarakat terhadap jasa audit profesi auditor independen.
Supriyono (1988) membuat
kesimpulan mengenai pentingnya independensi akuntan publik sebagai berikut :
1.
Independensi merupakan syarat yang sangat penting bagi
profesi akuntan publik untuk memulai kewajaran informasi yang disajikan oleh
manajemen kepada pemakai informasi.
2.
Independensi diperlukan oleh akuntan publik untuk
memperoleh kepercayaan dari klien dan masyarakaat, khususnya para pemakai
laporan keuangan.
3.
Independensi diperoleh agar dapat menambah
kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.
4.
Jika akuntan publik tidak independen maka pendapat
yang dia berikan tidak mempunyai arti atau tidak mempunyai nilai.
5.
Independensi merupakan martabat penting akuntan publik
yang secara berkesinambungan perlu dipertahankan.
Oleh karena itu, dalam menjalankan
tugas auditnya, seorang auditor tidak hanya dituntut untuk memiliki keahlian
saja, tetapi juga dituntut untuk bersikap independen. Walaupun seorang auditor
mempunyai keahlian tinggi, tetapi dia tidak independen, maka pengguna laporan
keuangan tidak yakin bahwa informasi yang disajikan itu kredibel.
Independensi secara esensial
merupakan sikap pikiran seseorang yang dicirikan oleh pendekatan integritas dan
obyektivitas tugas profesionalnya. Hal ini senada dengan America
Institute of Certified Public Accountant (AICPA) yang menyatakan bahwa
independensi adalah suatu kemampuan untuk bertindak berdasarkan integritas dan
objektivitas. Meskipun integritas dan objektivitas tidak dapat diukur dengan
pasti, tetapi keduanya merupakan hal yang mendasar bagi profesi akuntan publik.
Integritas merupakan prinsip moral yang tidak memihak, jujur, memandang dan
mengemukakan fakta seperti apa adanya.
Di lain pihak, objektivitas
merupakan sikap tidak memihak dalam mempertimbangkan fakta, kepentingan pribadi
tidak terdapat dalam fakta yang dihadapi. Selain itu AICPA juga memberikan
prinsip-prinsip berikut sebagai panduan yang berkaitan dengan independensi,
yaitu sebagai berikut.
1) Auditor dan
perusahaan tidak boleh tergantung dalam hal keuangan terhadap klien.
2) Auditor dan perusahaan
seharusnya tidak terlibat dalam konflik kepentingan yang akan mengangggu
obyektivitas mereka berkenaan dengan cara-cara yang mempengaruhi laporan
keuangan.
3) Auditor dan
perusahaan seharusnya tidak memiliki hubungan dengan klien yang akan menganggu
obyektivitasnya auditor.
Dalam aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik disebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus
selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa
profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang
ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen
dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
Carey dalam Mautz
mendefinisikan independensi akuntan publik dari segi integritas dan hubungannya
dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan.Independensi meliputi:
1)
Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada
beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas profesional.
2)
Merupakan istilah penting yang mempunyai arti khusus
dalam hubungannya dengan pendapat akuntan publik atas laporan keuangan.
Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti
adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya.
3)
Independensi akuntan publik merupakan dasar utama
kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu
faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Independensi
akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu :
1.
Independensi sikap mental
Independensi sikap mental berarti
adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan
adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam
menyatakan pendapatnya.
2.
Independensi penampilan.
Independensi penampilan berarti
adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga
akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan
persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
3.
Independensi praktisi (practitioner
independence)
Selain independensi sikap mental dan
independensi penampilan, Mautz mengemukakan bahwa independensi akuntan publik
juga meliputi independensi praktisi (practitioner independence) dan
independensi profesi (profession independence). Independensi
praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk
mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program,
pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan.
Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan progran,
independensi investigatif, dan independensi pelaporan.
4.
Independensi profesi (profession independence)
Independensi profesi berhubungan
dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Independensi Auditor
Tidak dapat dipungkiri bahwa klien
berusaha agar laporan keuangan yang dibuat oleh klien mendapatkan opini yang
baik oleh auditor. Banyak cara dilakukan agar auditor tidak menemukan kesalahan
dalam penyusunan laporan keuangan bahkan yang lebih parah lagi adalah
kecurangan-kecurangan yang dilakukan tidak dapat dideteksi oleh auditor.
Independensi akuntan publik dapat
terpengaruh jika akuntan publik mempunyai kepentingan keuangan atau mempunyai
hubungan usaha dengan klien yang diaudit. Menurut Lanvin (1976) dan
Supriyono (1988) independensi auditor dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut :
1.
Ikatan keuangan dan usaha dengan klien
2.
Jasa-jasa lain selain jasa audit yang diberikan klien
3.
Lamanya hubungan kantor akuntan publik dengan klien
Sedangkan
menurut Shockley (1981) dan Supriyono (1988) independensi akuntan publik
dipengaruhi oleh faktor :
1.
Persaingan antar akuntan publik
2.
Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien
3.
Ukuran KAP
4.
Lamanya hubungan antara KAP dengan klien
Dari faktor–faktor yang mempengaruhi
independensi tersebut di atas bahwa independensi dapat dipengaruhi oleh ikatan
keuangan dan usaha dengan klien, jasa-jasa lain yang diberikan auditor selain
audit, persaingan antar KAP dan ukuran KAP. Seluruh faktor yang mempengaruhi
independensi akuntan publik tersebut adalah ditinjau dari independensi dalam
penampilan.
Integritas
dan Objektivitas
Kode etik Akuntan Indonesia pasal 1
ayat 2 menyebutkan bahwa “Setiap anggota harus mempertahankan
integritas dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya”. Secara lebih
khusus untuk profesi akuntan publik, Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 6 ayat 1
menyebutkan bahwa seorang akuntan publik harus mempertahankan sikap independen.
Ia harus bebas dari semua kepentingan yang bisa dipandang tidak sesuai dengan
integritas maupun objektivitasnya, tanpa tergantung efek sebenarnya dari
kepentingan itu.
Selanjutnya dinyatakan dalam
Peraturan No. 1 bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan
objektivitas dalam melakukan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas ia akan
bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas ia
akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu
atau kepentingan pribadi.
Objektivitas berarti tidak memihak
dalam melaksanakan semua jasa. Sebagai contoh, asumsikan seorang auditor yakin
bahwa piutang usaha mungkin tak tertagih, tetapi kemudian menerima pendapat
manajemen tanpa mengevaluasi kolektibilitas secara independen. Auditor telah
mendelegasikan pertimbangannya dan karenanya kehilangan objektivitas.
Misalkan seorang akuntan publik
sedang menyiapkan SPT untuk sebuah klien, dan sebagai penasehat klien,
menganjurkan klien itu untuk mengadakan pengurangan pada SPT nya yang
menurutnya sah, dengan sejumlah pendukung tetapi tidak lengkap. Ini bukan
merupakan pelanggaran baik atas objektivitas ataupun integritas karena dapat
diterima seorang akuntan publik menjadi penasehat klien untuk perpajakan dan
jasa manajemen. Jika akuntan publik ini menganjurkan klien untuk mengadakan
pengurangan tanpa pendukung sama sekali, tetapi hanya karena sedikit
kemungkinannya akan diketahui oleh kantor inspeksi pajak, maka berarti telah
terjadi pelanggaran. Pelanggaran itu adalah salah pernyataan atas fakta
sehingga integritas akuntan publik itu ternoda.
Bebas dari pertentangan kepentingan
berarti tidak adanya hubungan yang dapat mengganggu objektivitas dan
integritas. Misalnya, tidak layak bagi auditor, yang juga seorang pengacara, untuk
membela klien dalam perkara pengadilan. Pengacara adalah pembela klien,
sedangkan auditor harus bersikap tidak memihak.
Di Amerika Serikat terdapat
aturan-aturan perilaku bagi anggota AICPA (American Institute of Certified
Public Accountants) yang berkaitan dengan standar teknis, yaitu Peraturan 201
sampai dengan 203.
- Peraturan 201- Standar Umum
Setiap anggota harus menaati standar-standar berikut dan setiap interpretasinya
yang dibuat oleh lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh Dewan.
A. Kompetensi profesional. Hanya
melaksanakan jasa-jasa profesional yang dirasa mampu diselesaikan oleh pegawai
atau kantor akuntan publiknya dengan kompetensi profesional.
B. Kemahiran profesional. Mempergunakan
kemahiran profesi dengan seksama dalam melaksanakan jasa profesional.
C. Perencanaan dan pengawasan. Merencanakan
dengan cermat dan mengawasi pelaksanaan jasa profesional.
D. Data
relevan yang mencukupi. Mendapatkan data relevan yang mencukupi guna
mendapatkan dasar yang layak untuk membuat kesimpulan atau memberi rekomendasi
dalam kaitan dengan jasa profesional yang dilakukan.
2.
Peraturan 202 – Ketaatan pada Standar
Seorang anggota yang melaksanakan audit, review, kompilasi, bantuan manajemen,
perpajakan atau jasa profesional lainnya harus taat pada standar yang
dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang ditetapkan oleh Dewan.
3.
Peraturan 203 – Prinsip Akuntansi
Seorang anggota tidak dibenarkan (1) menyatakan pendapat atau menyetujui bahwa
laporan keuangan dan data keuangan lain dari satuan usaha yang diauditnya
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau (2) menyatakan
bahwa dia tidak mengetahui setiap modifikasi yang material yang telah dilakukan
pada setiap laporan dan data dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip akuntan yang
berlaku umum, jika laporan atau data demikian menyimpang dari prinsip akuntansi
yang ditetapkan oleh badan perumus yang ditunjuk oleh Dewan untuk menyusun
prinsip yang mempunnyai dampak material terhadap keseluruhan laporan atau data.
Akan tetapi, jika dia mampu menunjukkan bahwa dalam keadaan tersebut terdapat
penyimpangan atas isi laporan atau data, yang dapat menyebabkan laporan
keuangan tersebut dapat menyesatkan, dia harus menjelaskan di dalam laporannya
mengenai penyimpangan tersebut, akibat yang akan menyertainya, dan sepanjang
dianggap praktis, dan alasan-alasan mengapa terjadinya pernyataan yang menyesatkan
jika tetap berpegang pada prinsip yang berlaku.
Di Indonesia terdapat aturan mengenai Kecakapan Profesional, pasal 2 dan Pasal
3 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) (a) Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya
sesuai dengan standar teknis dan profesional yang relevan.
(b) Jika seorang
anggota memeprkerjakan staf dan ahli lainnya untuk pelaksanaan tugas
profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka, keterikatan akuntan pada
kode etik, dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara
keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode etik, jika
ia memilih ahli lain untuk memberi saran atau bila merekomendasikan ahli alin
itu kepada kliennya.
(2) Setiap anggota
harus meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu memberikan manfaat
optimum dalam pelaksanaan tugasnya.
(3) Setiap anggota
harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat diselesaikannya dalam
Pernyataan Etika Profesi No. 2 tentang Kecakapan Etika Profesional dinyatakan:
“Anggota harus memperhatikan standars teknik profesi
dan etika berupaya terus untuk meningkatkan kemampuan, kualitas pelayanan dan
pelaksanaan tanggung jawab profesional untuk mendapatkan kemampuan anggota yang
baik.”
1. Kecakapan (due
care) mengharapkan anggota melaksanakan tanggung jawab profesional
dengan kecakapan dan ketekunan. Hal ini memperlihatkan suatu kewajiban dalam
pengadaan dan pelayanan yang profesional untuk mendapatkan kemampuan anggota
yang memperhatikan kepentingan utama dari setiap pelayanan/jasa yang diadakan
dan kosisten dengan tanggung jawab profesi bagi masyarakat.
2. Kemampuan
atau kompetisi didapatkan dari perpaduan pendidikan dan pengalaman. Dimulai
dengan penguasaan pendidikan umum bagi penunjukkan sebagai auditor independen.
Pemeliharaan kemampuan mengharapkan suatu komitmen untuk mempelajari dan
meningkatkan kemampuan profesional. Ini merupakan tanggung jawab anggota. Dalam
semua penugasan dan tanggung jawabnya, setiap anggota harus berusaha mencapai
tingkat kemampuan yang menjamin bahwa kualitas pelayanan anggota telah sesuai
dengan tingkat profesional yang dituntut oleh standar profesi.
3. Kemampuan
adalah suatu pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pengertian dan
pengetahuan yang dapat memungkinkan anggota memberikan pelayanan dengan cakap
dan baik. Hal ini membuat suatu pembatasan terhadap kemampuan anggota. Setiap
anggota bertanggung jawab menilai kemampuan mereka, mengevaluasi apakah
pendidikan, pengalaman dan pertimabangannya cukup untuk suatu bentuk tanggung
jawab yang dimaksudkan.
4. Semua
anggota harus tekun dalam melaksanakan tanggung jawab terhadap klien, pekerjaan
dan masyarakat. Ketekunan membuat suatu pelayanan yang tepat dan teliti secara
keseluruhan dan memperhatikan standar profesi yang dapat dipakai dan etika.
5. Kecakapan Profesional
meminta anggota merencanakan dan mengawasi dengan cukup aktivitas profesional
untuk pertanggungjawaban mereka.
Pernyataan Etika Profesi No. 3: Pengungkapan Informasi
Rahasia Klien, menyatakan:
- Yang dimaksud dengan dikehendaki oleh standar profesi, hukum atau negara adalah kewajiban anggota dalam mematuhi panggilan sidang atau tuntutan pengadilan. Setiap anggota tidak boleh menghalangi atau menghindari pelaksanaan review dari anggota lainnya yang berwenang atau ditunjuk oleh IAI dan instansi lainnya yang mempunyai otoritas untuk itu.Setiap anggota tidak boleh menghindari atau menghalangi penyelidikan Dewan Pertimbangan Profesi terhadap ketuhanan-ketuhanan yang ada.
- Anggota Dewan Pertimbangan Profesi atau Reviewer tidak boleh memanfaatkan atau mengungkapkan informasi klien kacuali atas tuntutan hukum atau pengadilan.
- Anggota yang mereview sehubungan dengan pembelian, penjualan atau merger dari seluruh atau bagian sebuah perusahaan harus melakukan pencegahan yang diperlukan (appropiate precautions).
Contoh: membuat Written Confidentially
Agreement (perjanjian tertulis untuk merahasiakan informasi yang
diterima).
- Auditor boleh mengungkapkan nama-nama pemberi tugas kepada pihak lain tanpa meminta ijin dari pemberi tugas, kecuali bila pengungkapan nama tersebut mengungkapkan rahasia informasi atas pemberi tugas.
Contoh: Pengungkapan nama pemberi tugas yang sedang
mengalami kesulitan keuangan.
- Anggota yang menjadi auditor independen tidak boleh memberikan inside information kepada pihak lain mengenai pemberi tugas yang go public.
- Auditor terdahulu harus bersedia memperlihatkan audit working papers sebelumnya kepada auditor pengganti, berdasarkan permintaan pemberi tugas.
- Auditor independen dapat menggunakan jasa tenaga ahli lainnya, namun harus melakukan pencegahan untuk menjamin tidak adanya informasi rahasia pemberi tugas terungkap dalam menggunakan tenaga ahli lainnya tersebut.
- Auditor independen yang menarik diri dari penugasannya karena menemukan pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah harus memperhatikan aspek hukum atas status dan kewajibannya bial auditor penggantinya ingin mengetahui alasan penarikan diri auditor independen tersebut. Auditor independen tersebut juga dapat menganjurkan pada auditor independen penggantinya untuk meminta ijin kepada pemberi tugas untuk dapat mendiskusikan segala masalah yang ada pada pemberi tugas secara bebas antara auditor independen sebelumnya dengan penggantinya.
Contoh Kasus
Kepala
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia
terbukti melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan
keuangan. Perbuatan tersangka diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas
dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari 2011 Tommy saat melakukan
pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil
pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan cermat, diketahu iadanya transaksi
gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang berasal BRIUnit
Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang
dilakukanMasril, namun tidak disertai dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres
Kampar AKBP MZ Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya
ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di sel Mapolres Kampar
karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan pembukuan.Kasus ini dilaporkan
oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang Bangkinang dan Rustian
Martha
pegawai BRI Cabang Bangkinang. “Masril telah melakukan tindak pidana membuat
atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan maupun
dalam dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank (TP
Perbankan). Tersangka dijerat pasal yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU
No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atasUU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan
dangan ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kapolres.
Polres Kampar telah melakukan penyitaan sejumlah
barang bukti dokumen BRI serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait,
memeriksa dan menahan tersangka dan 6 orang saksi telah diperiksa dan meminta
keterangan ahli.
PENYELESAIAN
MASALAH
Skills
Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia
lakukan.Kemudian kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk
meningkatkankontribusi karyawan pada perusahaan. Perusahaan melakukan pelatihan
pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuaidengan perkembangan teknologi
yang berkembang.
Pembinaan
ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian yangberbeda
jadi attitude ini harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini
karyawandiharapkan dapat memiliki kepribadian yang baik sehingga dapat
memperkecil resikoterjadinya penyimpangan dari karyawan itu sendiri.
Prosedur
Otoritas Yang Wajar
1. Harus ada
batas transaksi untuk masing-masing teller dan head teller.
2. Penyimpanan
uang dalam khasanah harus menggunakan pengawasan ganda.
3. Teller
secara pribadi tidak diperkenankan menerima kuasa dalam bentuk apapundari
nasabah untuk melaksanakan transaksi atas nasabah tersebut.
4. Teller
secara pribadi dilarang menerima titipan barang atau dokumen pentingmilik
nasabah.
Dokumen dan
catatan yang cukup
1. Setiap
setoran/penarikan tunai harus dihitung dan dicocokan dengan buktisetoran/
penarikan. Setiap bukti setoran/ penarikan harus diberi cap identifikasiteller
yang memproses.
2. Setiap
transaksi harus dibukukan secara baik dan dilengkapi dengan buktipendukung
seperti Daftar Mutasi Kas,
3. Cash
Register (daftar persediaan uangtunai berdasarkan kopurs/masing-masing
pecahan)
Kontrol
fisik atas uang tunai dan catatan
1. Head teller
harus memeriksa saldo kas, apakah sesuai dengan yang dilaporkanoleh teller.
2. Head teller
harus menghitung saldo uang tunai pada box teller sebelum teller
yangbersangkutan cuti atau seteleh teller tersebut absen tanpa pemberitahuan.
3. Setiap
selisih harus diindentifikasi, dilaporkan kepada head teller dan
pemimpincabang, diinvestigasi dan dikoreksi.
4. Selisih uang
tunai yang ada pada teller ataupun dalam khasanah harus dibuatkanberita acara
selisih kas.
5. Area teller/
counter/khasanah adalah area terbatas dalam arti selain petugas ataupejabat
yang berwenang, tidak diperbolehkan masuk.
6. Teller
dilarang membawa tas, makanan, ataupun perlengkapan pribadi ke counterarea
Pemeriksaan
yang dilakukan oleh unit yang independen
1. Setiap hari
Unit Kontrol Intern harus memeriksa transaksi-transaksi yang berasaldari unit
kas.
2. Secara
periodik saldo fisik harus diperiksa oleh SKAI.
3. Pemimpin
Cabang melakukan pemeriksaan kas dadakan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar