PENALARAN
Definisi Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (pengamatan empirik)
yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akan terbentuk proposisi –
proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau
dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar
Dalam penalaran, proposisi
yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis
(antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengankonklusi
(consequence).Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi. Pengambilan kesimpulan
dalam penalaran berdasarkan proposisi- proposisi yang mendahuluinya.
Melalui
proses penalaran, kita dapat sampai pada kesimpulan yang berupa asumsi,
hipotesis atau teori. Penalaran disini adalah proses pemikiran untuk memperoleh
kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang relevan. Dengan kata lain,
penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik
kesimpulan.
Menurut tim balai pustaka istilah
penalaran mengandung tiga pengertian diantaranya:
1.
Cara (hal) menggunakan nalar,
pemikiran atau cara berfikir logis.
2.
Hal mengembangkan atau mengendalikan
sesuatu dengan nalar dan bukan perasaan atau pengalman.
3.
Proses mental dalam mengembangkan
atau mengendalikan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.
Prinsip-Prinsip Penalaran
Prinsip-prinsip penalaran ada empat
macam yang terdiri atas tiga prinsip dari Aristoteles dan satu prinsip dari
George Leibniz. Prinsip penalaran dari Aristoteles adalah sebagai berikut.
1)
Prinsip Identitas (principium
identitatis).
Prinsip
identitas berbunyi : “sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri”. Dengan
kata lain: “sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu
sendiri, bukan yang lain”.
2)
Prinsip Kontradiksi (principium
contradictionis).
Prinsip
kontradiksi berbunyi: “sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu dan
bukan hal itu pada waktu yang bersamaan”, atau “ sesuatu pernyataan tidak
mungkin mempunyai nilai benar dan tidak benar pada saat yang sama”. Dengan kata
lain: “sesuatu tidaklah mungkin secara bersamaan merupakan p dan non-p”.
3)
Prinsip Eksklusi Tertii (principium
tertii), yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya
kemungkin ketiga.
Prinsip ekslusi tertii berbunyi:
“sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka
tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah”. Dengan kata lain:
“sesuatu x mestilah p atau non-p tidak ada kemungkinan ketiga”. Arti dari
prinsip ini adalah bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak
mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya satu yang dapat
dimilikinya, sifat p atau non-p.
Kemudian seorang filsuf Jerman
Leibinz menambah satu prinsip yang merupakan pelengkap atau tambahan bagi
prinsip identitas.
4)
Pinsip Cukup Alasan (pricipium
rations sufficientis), yang berbunyi: “suatu perubahan yang terjadi pada suatu
hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba
berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain, “ adanya sesuatu
itu seharusnya mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan
pada keadaan sesuatu”. (Noor Ms Bakry, 1983).
Penalaran
mempunyai cirri-ciri yaitu :
1.
Dilakukan dengan sadar
2.
Didasarkan oleh sesuatu yg sudah d
ketahui
3.
Sistematis
4.
Terarah dan bertujuan
5.
Menghasilkan kesimpulan yang dapat
berupa pengetahuan, keputusan dan sikap terbaru
6.
Sadar tujuan
7.
Premis berupa pengalaman,
pengetahuan, ataupun teori yang di dapatkan
8.
Pola pemikiran tertentu
9.
Sifat empiris nasional
Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam
menalar yaitu induktif dan deduktif, yaitu :
1.
Penalaran Induktif
Penalaran induktif (prosesnya
disebut induksi) mrpkn proses penalaran untuk menarik suatu prinsip atau sikap
yang berlaku untuk umum maupun suatu kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan
atas fakta-fakta khusus.
Keuntungan Menggunakan Penalaran
Induktif :
Ø Pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis
Ø Dari pernyataan yang bersifat umum dimungkinkan proses penalaran selanjutnya
baik secara induktif maupun deduktif.
Jenis-jenis
penalaran induktif :
Ø Generalisasi,
Ø Analogi (Analogi Induktif),
Ø Hubungan Sebab-Akibat
2.
Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif (prosesnya disebut deduksi), yaitu cara berpikir yang
didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau keputusan lain yang berlaku umum
untuk suatu hal atau gejala.
Contoh :
1. Semua makhluk mempunyai mata. (p. mayor)
2. Si Polan adalah seorang makhluk. (p. minor)
3. Jadi, si Polan mempunyai mata. (kesimpulan)
1. Semua makhluk mempunyai mata. (p. mayor)
2. Si Polan adalah seorang makhluk. (p. minor)
3. Jadi, si Polan mempunyai mata. (kesimpulan)
Salah nalar ada dua macam:
v
Salah
nalar induktif, berupa :
a)
kesalahan karena generalisasi yang
terlalu luas,
b)
kesalahan penilaian hubungan
sebab-akibat,
c)
kesalahan analogi.
v
Kesalahan
deduktif dapat disebabkan :
a)
kesalahan karena premis mayor tidak
dibatasi;
b)
kesalahan karena adanya term
keempat;
c)
kesalahan karena kesimpulan terlalu
luas/tidak dibatasi; dan
d)
kesalahan karena adanya 2 premis
negatif.
Fakta atau data yang akan dinalar
itu boleh benar dan boleh tidak benar.
Pengertian
dan contoh salah nalar :
1.
Gagasan,
2.
Pikiran,
3.
Kepercayaan
4.
Simpulan yang salah, keliru, atau
cacat.
Dalam
ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang mengandung
kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau
kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis
misalnya.
Ada pula kesalahan yang terjadi
karena ketidaktahuan, disamping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan
tertentu. Kesalahan yang kita persoalkan disini adalah kesalahan yang
berhubungan dengan proses penalaran yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini
akan mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan
karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan karena materi dan proses
penalarannya yang merupan kesalahan formal.
Gagasan, pikiran, kepercayaan atau
simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut sebagai salah nalar.
Syarat-syarat
kebenaran dalam penalaran
Jika
seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan
kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat
dipenuhi.
Suatu penalaran bertolak dari
pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau
sesuatu yang memang salah.
Dalam penalaran, pengetahuan yang
dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di
sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal
berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan
berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan
sebagai premis tepat.
Definisi, Unsur-unsur, Jenis
dan contoh-contoh Proposisi
Proposisi adalah
pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan
kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk
subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Kaliimat Tanya,kalimat
perintah, kalimat harapan , dan kalimat inversi tidak dapa disebut proposisi .
Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi
kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi
kalimat berita yang netral.
Unsur-unsur proposisi.
Suatu proposisi selalu menyatakan pengakuan atau
pengingkaran sesuatu tentang sesuatu yang lain. Dalam setiap proposisi selalu
terdapat tiga unsur berikut ini:
a. Term subyek :
hal yang tentangnya pengakuan atau pengingkaran ditujukan. Term subyek dalam
sebuah proposisi disebut subyek logis. Ada perbedaan antara subyek
logis dengan subyek dalam sebuah kalimat. Tentang subyek logis harus ada
penegasan atau pengingkaran sesuatu tentangnya;
b. Term predikat : isi
pengakuan atau pengingkaran itu sendiri (apa yang diakui atau diingkari). Term
predikat dalam sebuah proposisi adalah predikat logis, yaitu apa yang
ditegaskan atau diingkari tentang subyek; dan
c. Kopula :
penghubung antara term subyek dan term predikat dan sekaligus memberi bentuk
(pengakuan atau pengingkaran) pada hubungan yang terjadi. Jadi, kopula memiliki
tiga fungsi, yakni: (a) menghubungkan subyek dan predikat; (b) menyatakan bahwa
subyek sungguh-sungguh eksis; dan ( c ) menyatakan cara keberadaan (eksistensi)
subyek.
Setiap
proposisi selalu mengandung ketiga unsur tersebut di atas. Itulah sebabnya, meskipun
setiap proposisi selalu berupa kalimat, tetapi tidak setiap kalimat adalah
proposisi. Dalam logika sebuah kalimat adalah proposisi apabila isi
kalimat tersebut sanggup menjadi benar atau salah. Dalam contoh “Selamat
Hari Ulang Tahun” dan “Semoga umur panjang”, keduanya adalah kalimat tetapi
bukan proposisi. Alasannya, dari segi isinya, kalimat-kalimat tersebut tidak
dapat dibenarkan. Hal yang sama berlaku juga untuk kalimat perintah atau
kalimat tanya. Jadi, kalimat-kalimat harapan, tanya, perintah, dan
keinginan (desideratif) tidak ada pengakuan atau pengingkaran sesuatu tentang
sesuatu yang lain, karena itu tidak dapat disebut proposisi. Hanya kalimat
berita (informatif) yang digolongkan sebagai proposisi.
Catatan lain, perlu diingat bahwa dalam bahwa
dalam bahasa Indonesia kopula dalam suatu proposisi tidak selalu dinyatakan
secara eksplisit. “Amir nakal” adalah proposisi, karena nakal (term predikat)
diakui tentang Amir (term subyek), meskipun kedua term tersebut tidak
dihubungkan secara eksplisit oleh kopula.
Menurut jenisnya proposisi dibagi ke dalam empat
aspek yaitu berdasarkan bentuk, berdasarkan sifat, berdasarkan kualitas dan
berdasarkan kuantitas. Berikut adalah penjelasannya.
1.
Berdasarkan bentuk
Proposisi berdasarkan bentuk dibagi
menjadi dua yaitu :
a) Proposisi
Tunggal
Proposisi tunggal adalah proposisi yang
terdiri atas satu subjek dan satu predikat.
Contoh kalimat :
Contoh kalimat :
Semua makhluk hidup membutuhkan air.
Semua siswa harus rajin membaca.
b) Proposisi Majemuk
Proposisi majemuk adalah yang terdiri
dari satu subjek dan lebih dari satu predikat.
Contoh kalimat :
Contoh kalimat :
Semua siswa harus rajin membaca dan
menulis.
Semua anak harus berbakti dan sayang
orang tua.
2. Berdasarkan
sifat
Proposisi
berdasarkan sifat dibagi menjadi dua yaitu :
A. Proposisi
Kategorial
Proposisi kategorial adalah proposisi
yang hubungan subjek dan predikat tidak
memerlukan syarat apapun,
Contoh kalimat :
Semua ayam adalah ungags
Semua ibu adalah perempuan.
B. Proposisi
Kondisional
Proposisi kondisional adalah proposisi
yang hubungan subjek dan predikat
memerlukan syarat tertentu.
Contoh kalimat :
Seandainya saya seorang guru saya akan
mengajar dengan baik.
Jika sumber daya yang ada Indonesia dikelola dengan baik maka kehidupan
Jika sumber daya yang ada Indonesia dikelola dengan baik maka kehidupan
rakyat Indonesia akan menjadi lebih
baik.
Proposisi kondisional dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Proposisi
Kondisional Hipotesis
Yaitu proposisi yang memiliki syarat,
penyebab dan akibat.
Contoh kalimat :
Jika tubuh terlalu gemuk maka akan
menimbulkan berbagai macam penyakit.
b. Proposisi
Kondisional Disjungtif
Yaitu proposisi yang mengandung dua
pilihan alternatif.
Contoh kalimat :
Titi Kamal itu pemain sinetron atau
penyanyi.
Abu Rizal Bakrie itu menteri atau
pengusaha.
3. Berdasarkan
Kualitas
Proposisi
berdasarkan kualitas dibagi menjadi dua yaitu :
a. Proposisi
Positif
Proposisi positif adalah proposisi
dimana ada persesuaian antara subjek dan predikat.
Contoh kalimat :
Contoh kalimat :
Semua mahasiswa pandai mendapatkan
beasiswa.
b. Proposisi
Negatif
Proposisi negatif adalah proposisi
dimana tidak ada kesesuaian antara subjek dan predikat.
Contoh kalimat :
Semua jerapah bukanlah kangguru.
4. Berdasarkan
Kuantitas
Proposisi
berdasarkan kuantitas dibagi menjadi dua yaitu :
a. Proposisi
Umum
Contoh kalimat:
Semua mahasiswa Universitas Gunadarma
memiliki KRS.
Semua pemilik kendaraan memiliki STNK.
b. Proposisi
Khusus
Contoh kalimat :
Sebagian mahasiswa Universitas Gunadarma
memiliki mobil.
Sebagian dosen Universitas Gunadarma berjilbab.
Istilah
– istilah dalam penalaran
1.
Premis
Pernyataan
yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan.
contoh
: Tidak semua manusia luput dari dosa.
2.
Konklusi
Konklusi adalah hubungan antara dua
variabel yang disertai oleh teori dan data. Disini fungsi konklusi adalah
menjabatani keterkaitan antara varibel yang dengan variabel yang lain dengan
disertai oleh teori-teori yang relevan dan juga data-data awal yang relevan
dengan kajian dua variabel tersebut
3.
Evidensi
Evidensi
adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya
sesuatu.Pengertian fakta dalam kedudukannya sebagai sebuah evidensi tidak boleh
dikacaukan dengan pernyataan atau penegasan.Pernyataan tidak berpengaruh
apa-apa terhadap sebuah evidensi.Ia hanya menegaskan apakah fakta itu benar
atau salah.
Sebuah evidensi baru dapat
diandalkan kebenarannya setelah melalui pengujian sebagai berikut:
(a) Fakta adalah sesuatu yang terjadi
atau sesuatu yang ada variasinya, fakta-fakta yang digunakan mungkin sama,
tetapi evidensinya bisa lain; (b) Untuk lebih meyakinkan fakta-fakta yang
diajukan sebagai evidensi, perlu diadakan peninjauan atau observasi singkat
terhadap fakta-fakta tersebut.
(c) Kalau pun sukar dilaksanakan, dapat juga melalui kesaksian-kesaksian, baik saksi biasa maupun saksi ahli (autoritas)
(c) Kalau pun sukar dilaksanakan, dapat juga melalui kesaksian-kesaksian, baik saksi biasa maupun saksi ahli (autoritas)
4.
Inferensi
Inferensi merupakan intisari
informasi baru yang bersifat implisit dan eksplisit dari informasi yang
diberikan (Cummings, 1999). Proses inferensi terjadi ketika dalam proses yang
dapat digunakan oleh lawan bicara untuk memperoleh implikatur-implikatur dari
ujaran penutur yang dikombinasikan dengan ciri konteks pada dasarnya merupakan
proses inferensi. Konteks implikatur diperoleh bukan diberikan tetapi
diciptakan. Hal ini merupakan pernyataan utama teori relevansi. Cruse (2000)
berkomentar bahwaa konteks yang benar untuk menginterpretasikan ujaran tidak
diberikan sebelumnya, melainkan pendengar memilih konteks dengan sendirinya.
Inferensi terdiri dari tiga hal, yaitu inferensi deduktif, inferensi elaboratif, dan inferensi percakapan (Cummings, 1999). Lebih detail dijelaskan bahwa inferensi deduktif memiliki tiga tipe silogisme, yaitu ‘all’ dan ‘some’ baik afirmatif, maupun negatif. Inferensi deduktif memiliki kaitan dengan makna semantik. Implikatur percakapan, pra-anggapan, dan sejumlah konsep lain memuat kegiatan inferensi. inferensi dapat diperoleh dari kaidah deduktif logika dan dari makna semantik item leksikal. Inferensi menggunakan penalaran deduksi dalam kegiatan penalaran dan interpretasi ujaran. Inferensi elaboratif sangat terkait dengan pengetahuan ekstralinguistik penutur bahasa. Inferensi ini menemukan adanya pengaruh pengetahuan dan informasi kognisi. Pada tahun 1991, pakar inteligensi artifisial Johnson-Laird dan Byrne (dalam Cummings, 1999) merumuskan tahap deduksi dalam teori model-model mental adalah (a) premis dan pengetahuan umum, (b) pemahaman, (c) model, (d) deskripsi, (e) simpulan terduga, (f) validasi, dan (g) simpulan valid.
Inferensi elaboratif memiliki peran dalam interpretasi ujaran. Cummings (1999) menggambarkan adanya integrasi interpretasi ujaran dari tiga subkomponen yang berpa abstrak (pengetahuan dunia), abstrak (pengetahuan komunikatif), dan fungsional (interferensi elaboratif). Namun oleh ahli pragmatik, kajian terhadap kelompok-kelompok inferensi ini bisa saja diabaikan karena para pakar inferensi elaboratif sebagian besar dari kalangan psikologi. Pakar pragmatik mengabaikan inferensi elaboratif tersebut dengan alasan disipliner ilmu.
Jika ditinjau kembali cakupan bahasan pragmatik dari beberapa ahli, akan diperoleh gambaran yang lebih dalam lagi.. Hal ini penting untuk memperdalam wawasan untuk menanggapi polemik disipliner inferensi dalam kajian interpretasi pragmatik atau inferensi elaboratif antarpakar psikologi dan pragmatik. Akhirnya muncul perlawanan inferensial elaboratif dengan interpretasi pragmatik.
Berdasarkan pendapat Nadar (2008) terkait topik bahasan pragmatik menyebutkan bahwa Searle, Kiefer, dan Bierwich (1980) menyatakan pragmatik berkaitan interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu dan cara menginterpretasi ungkapan tersebut tergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks. Levinson (1983) berpendapat bahwa kajian pragmatik merupakan kajian hubungan bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodefikasi dalam struktur bahasa’. Sementara itu, Parker (1986) menyatakan bahwa pragmatik mengkaji tentang bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Senada dengan Paker, Mey (1993) menyatakan bahwa kajian pragmatik tentang kondisi pengunaaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya. Terkait konteks, Wijana (1996) menyetujui pendapat ini dengan mengungkapkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks. Cruse (dalam Cumming, 1999) menyatakan pragmatik berkaitan dengan informasi, kode, konvensi, konteks, dan penggunaan.
5.
Implikasi
Implikasi diwujudkan dengan
pernyataan “jika-maka” atau juga “if-then“. Implikasi adalah suatu
pernyataan logika yang hanya akan bernilai salah ketika sebab
bernilai benar DAN akibat bernilai salah.Tetapi kita harus
ingat kalau “jika A maka B” tidak sama dengan “jika B maka A” karena alur
implikasi hanyalah berjalan satu arah saja.
Contoh:
“Jika lampu merah menyala maka kendaraan bermotor akan berhenti”
kalimat diatas tidak akan sama dengan :
“Jika kendaraan bermotor berhenti maka lampu merah menyala”
6.
Konsekuensi : adalah
hubungan antara premis dan konklusi.
v Cara Menguji data
a)
Observasi
fakta-fakta yang diajukan sebagai evidansi mungkin belum
memuaskan seorang penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya dan juga pembaca,
maka harus dilakukan peninjauan atau observasi.
b)
Kesaksian
Untuk memperkuat evidansinya, penulis dapat menggunakan
kesaksian-kesaksian orang lain yang telah mengalami sendiri peristiwa tersebut.
c)
Autoritas
Fakta dalam usaha menyusun evidansi adalah
meminta pendapat dari susatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli atau
mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat
v Cara Menguji Fakta
a)
Konsistensi
Konsistensi dalam ilmu logika adalah teori konsistensi merupakan sebuah sematik
dengan sematik yang lainnya tidak mengandung kontradiksi. Tidak adanya
kontradiksi dapat diartikan baik dalam hal semantik atau berhubung dengan
sintaksis. Definisi semantik yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten
jika ia memiliki model; ini digunakan dalam arti logika tradisional Aristoteles
walaupun dalam logika matematika kontemporer terdapat istilah satisfiable
yang digunakan. Berhubungan dengan pengertian sintaksis yang menyatakan bahwa
sebuah teori yang konsisten jika tidak terdapat rumus P seperti yang kedua P
dan penyangkalan adalah pembuktian dari aksioma dari teori yang terkait di
bawah sistem deduktif.
b)
Koherensi
Koherensi atau kepaduan yang baik dan kompak adalah
hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau
kelompok kata) yang membentuk kalimat itu. Bagaimana hubungan antara subjek dan
predikat, hubungan antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan lain
yang menjelaskan tiap-tiap unsur pokok tadi.
Kesalahan
yang seringkali merusakkan koherensi adalah menempatkan kata depan, kata
penghubung yang tidak sesuai atau tidak pada tempatnya, penempatan keterangan
aspek tidak sesuai dan sebagainya. Bila gagasan yang tidak berhubungan satu
sama lain disatukan, maka selain merusak kesatuan pikiran, juga akan merusak
koherensi kalimat yang bersangkutan. Dalam kesatuan pikiran lebih ditekankan
adanya isi pikiran, sedangkan dalam koherensi lebih ditekankan segi stuktur,
atau interrelasi antara kata-kata yang menduduki sebuah ltugas dalam kalimat.
v Cara menilai
Autoritas
a)
Tidak Mengandung
Prasangka
Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu
disusun berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh para ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya.
b)
Pengalaman dan
Pendidikan Autoritas
Pengalaman dan pendidikan yang diperolehnya harus
dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang
diperoleh melalui pendidikannya.
c)
Kemashuran dan
Prestise
Apakah pendapat yang diberikan autoritas sejalan
dengan perkembangan dan kemajuan zaman atau koheren dengan pendapat sikap
terakhir dalam bidang itu. Untuk memperlihatkkan bahwa penulis benar-benar siap
dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, jangan berdasarkan pada satu
autoritas saja, maka hal itu memperlihatkan bahwa penulis kurang menyiapkan
diri.
Sumber :
Rahardi,R. Kunjana.
2005. Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar