Rabu, 29 Oktober 2014

PENALARAN



PENALARAN
Definisi Penalaran
            Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengankonklusi (consequence).Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi. Pengambilan kesimpulan dalam penalaran berdasarkan proposisi- proposisi yang mendahuluinya.
            Melalui proses penalaran, kita dapat sampai pada kesimpulan yang berupa asumsi, hipotesis atau teori. Penalaran disini adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang relevan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik kesimpulan.
Menurut tim balai pustaka istilah penalaran mengandung tiga pengertian diantaranya:
1.      Cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berfikir logis.
2.      Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan perasaan atau pengalman.
3.      Proses mental dalam mengembangkan atau mengendalikan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.

Prinsip-Prinsip Penalaran

Prinsip-prinsip penalaran ada empat macam yang terdiri atas tiga prinsip dari Aristoteles dan satu prinsip dari George Leibniz. Prinsip penalaran dari Aristoteles adalah sebagai berikut.

1)      Prinsip Identitas (principium identitatis).
Prinsip identitas berbunyi : “sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri”. Dengan kata lain: “sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri, bukan yang lain”.

2)      Prinsip Kontradiksi (principium contradictionis).
Prinsip kontradiksi berbunyi: “sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu dan bukan hal itu pada waktu yang bersamaan”, atau “ sesuatu pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai benar dan tidak benar pada saat yang sama”. Dengan kata lain: “sesuatu tidaklah mungkin secara bersamaan merupakan p dan non-p”.

3)      Prinsip Eksklusi Tertii (principium tertii), yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya kemungkin ketiga.

Prinsip ekslusi tertii berbunyi: “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah”. Dengan kata lain: “sesuatu x mestilah p atau non-p tidak ada kemungkinan ketiga”. Arti dari prinsip ini adalah bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya satu yang dapat dimilikinya, sifat p atau non-p.

Kemudian seorang filsuf Jerman Leibinz menambah satu prinsip yang merupakan pelengkap atau tambahan bagi prinsip identitas.

4)      Pinsip Cukup Alasan (pricipium rations sufficientis), yang berbunyi: “suatu perubahan yang terjadi pada suatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain, “ adanya sesuatu itu seharusnya mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan sesuatu”. (Noor Ms Bakry, 1983).

 Penalaran mempunyai cirri-ciri yaitu : 
1.      Dilakukan dengan sadar
2.      Didasarkan oleh sesuatu yg sudah d ketahui
3.      Sistematis
4.      Terarah dan bertujuan
5.      Menghasilkan kesimpulan yang dapat berupa pengetahuan, keputusan dan sikap terbaru
6.      Sadar tujuan
7.      Premis berupa pengalaman, pengetahuan, ataupun teori yang di dapatkan
8.      Pola pemikiran tertentu
9.      Sifat empiris nasional

Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif, yaitu :
1.      Penalaran Induktif
Penalaran induktif (prosesnya disebut induksi) mrpkn proses penalaran untuk menarik suatu prinsip atau sikap yang berlaku untuk umum maupun suatu kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan atas fakta-fakta khusus.

Keuntungan Menggunakan Penalaran Induktif :
Ø  Pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis
Ø  Dari pernyataan yang bersifat umum dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif.
Jenis-jenis penalaran induktif :
Ø  Generalisasi,
Ø  Analogi (Analogi Induktif),
Ø  Hubungan Sebab-Akibat



2.       Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif (prosesnya disebut deduksi), yaitu cara berpikir yang didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau keputusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal atau gejala.
            Contoh :
            1. Semua makhluk mempunyai mata. (p. mayor)
            2. Si Polan adalah seorang makhluk. (p. minor)
            3. Jadi, si Polan mempunyai mata. (kesimpulan)
Salah nalar ada dua macam:

v  Salah nalar induktif, berupa :
a)      kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas,
b)      kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat,
c)      kesalahan analogi.

v  Kesalahan deduktif dapat disebabkan :
a)      kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi;
b)      kesalahan karena adanya term keempat;
c)      kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi; dan
d)     kesalahan karena adanya 2 premis negatif.

Fakta atau data yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar.
Pengertian dan contoh salah nalar :
1.      Gagasan,
2.      Pikiran,
3.      Kepercayaan
4.      Simpulan yang salah, keliru, atau cacat.

            Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis misalnya.
Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita persoalkan disini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan karena materi dan proses penalarannya yang merupan kesalahan formal.
Gagasan, pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut sebagai salah nalar.

Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran

            Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.

Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

Definisi, Unsur-unsur, Jenis dan contoh-contoh Proposisi
            Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Kaliimat Tanya,kalimat perintah, kalimat harapan , dan kalimat inversi tidak dapa disebut proposisi . Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral.

Unsur-unsur proposisi.
            Suatu proposisi selalu menyatakan pengakuan atau pengingkaran sesuatu tentang sesuatu yang lain. Dalam setiap proposisi selalu terdapat tiga unsur berikut ini:
a. Term subyek            : hal yang tentangnya pengakuan atau pengingkaran ditujukan. Term subyek dalam sebuah proposisi disebut subyek logis. Ada perbedaan antara subyek logis dengan subyek dalam sebuah kalimat. Tentang subyek logis harus ada penegasan atau pengingkaran sesuatu tentangnya;
b. Term predikat          : isi pengakuan atau pengingkaran itu sendiri (apa yang diakui atau diingkari). Term predikat dalam sebuah proposisi adalah predikat logis, yaitu apa yang ditegaskan atau diingkari tentang subyek; dan
c. Kopula                     : penghubung antara term subyek dan term predikat dan sekaligus memberi bentuk (pengakuan atau pengingkaran) pada hubungan yang terjadi. Jadi, kopula memiliki tiga fungsi, yakni: (a) menghubungkan subyek dan predikat; (b) menyatakan bahwa subyek sungguh-sungguh eksis; dan ( c ) menyatakan cara keberadaan (eksistensi) subyek.
            Setiap proposisi selalu mengandung ketiga unsur tersebut di atas. Itulah sebabnya, meskipun setiap proposisi selalu berupa kalimat, tetapi tidak setiap kalimat adalah proposisi. Dalam logika sebuah kalimat adalah proposisi apabila isi kalimat tersebut sanggup menjadi benar atau salah. Dalam contoh “Selamat Hari Ulang Tahun” dan “Semoga umur panjang”, keduanya adalah kalimat tetapi bukan proposisi. Alasannya, dari segi isinya, kalimat-kalimat tersebut tidak dapat dibenarkan. Hal yang sama berlaku juga untuk kalimat perintah atau kalimat tanya. Jadi, kalimat-kalimat harapan, tanya, perintah, dan keinginan (desideratif) tidak ada pengakuan atau pengingkaran sesuatu tentang sesuatu yang lain, karena itu tidak dapat disebut proposisi. Hanya kalimat berita (informatif) yang digolongkan sebagai proposisi.
Catatan lain, perlu diingat bahwa dalam bahwa dalam bahasa Indonesia kopula dalam suatu proposisi tidak selalu dinyatakan secara eksplisit. “Amir nakal” adalah proposisi, karena nakal (term predikat) diakui tentang Amir (term subyek), meskipun kedua term tersebut tidak dihubungkan secara eksplisit oleh kopula.
Menurut jenisnya proposisi dibagi ke dalam empat aspek yaitu berdasarkan bentuk, berdasarkan sifat, berdasarkan kualitas dan berdasarkan kuantitas. Berikut adalah penjelasannya.
1.      Berdasarkan bentuk
Proposisi berdasarkan bentuk dibagi menjadi dua yaitu :
a)      Proposisi Tunggal
Proposisi tunggal adalah proposisi yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat.
Contoh kalimat :
Semua makhluk hidup membutuhkan air.
Semua siswa harus rajin membaca.

b)      Proposisi  Majemuk
Proposisi majemuk adalah yang terdiri dari satu subjek dan lebih dari satu predikat.
Contoh kalimat :
Semua siswa harus rajin membaca dan menulis.
Semua anak harus berbakti dan sayang orang tua.

2.      Berdasarkan sifat
Proposisi berdasarkan sifat dibagi menjadi dua yaitu :
A.    Proposisi Kategorial
Proposisi kategorial adalah proposisi yang hubungan subjek dan predikat tidak
memerlukan syarat apapun,
Contoh kalimat :
Semua ayam adalah ungags
Semua ibu adalah perempuan.

B.     Proposisi Kondisional
Proposisi kondisional adalah proposisi yang hubungan subjek dan predikat
memerlukan syarat tertentu.
Contoh kalimat :
Seandainya saya seorang guru saya akan mengajar dengan baik.
Jika sumber daya yang ada Indonesia dikelola dengan baik maka kehidupan
rakyat Indonesia akan menjadi lebih baik.
Proposisi kondisional dibagi menjadi dua yaitu :
a.       Proposisi Kondisional Hipotesis
Yaitu proposisi yang memiliki syarat, penyebab dan akibat.
Contoh kalimat :
Jika tubuh terlalu gemuk maka akan menimbulkan berbagai macam penyakit.
b.      Proposisi Kondisional Disjungtif
Yaitu proposisi yang mengandung dua pilihan alternatif.
Contoh kalimat :
Titi Kamal itu pemain sinetron atau penyanyi.
Abu Rizal Bakrie itu menteri atau pengusaha.

3.      Berdasarkan Kualitas
Proposisi berdasarkan kualitas dibagi menjadi dua yaitu :
a.       Proposisi Positif
Proposisi positif adalah proposisi dimana ada persesuaian antara subjek dan predikat.
Contoh kalimat :
Semua mahasiswa pandai mendapatkan beasiswa.

b.      Proposisi Negatif
Proposisi negatif adalah proposisi dimana tidak ada kesesuaian antara subjek dan predikat.
Contoh kalimat :
Semua jerapah bukanlah kangguru.

4.      Berdasarkan Kuantitas
Proposisi berdasarkan kuantitas dibagi menjadi dua yaitu :
a.       Proposisi Umum
Contoh kalimat:
Semua mahasiswa Universitas Gunadarma memiliki KRS.
Semua pemilik kendaraan memiliki STNK.
b.      Proposisi Khusus
Contoh kalimat :
Sebagian mahasiswa Universitas Gunadarma memiliki mobil.
Sebagian dosen Universitas Gunadarma berjilbab.

Istilah – istilah dalam penalaran
1.      Premis
Pernyataan yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan.
contoh : Tidak semua manusia luput dari dosa.

2.      Konklusi
Konklusi adalah hubungan antara dua variabel yang disertai oleh teori dan data. Disini fungsi konklusi adalah menjabatani keterkaitan antara varibel yang dengan variabel yang lain dengan disertai oleh teori-teori yang relevan dan juga data-data awal yang relevan dengan kajian dua variabel tersebut

3.      Evidensi
Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu.Pengertian fakta dalam kedudukannya sebagai sebuah evidensi tidak boleh dikacaukan dengan pernyataan atau penegasan.Pernyataan tidak berpengaruh apa-apa terhadap sebuah evidensi.Ia hanya menegaskan apakah fakta itu benar atau salah.

            Sebuah evidensi baru dapat diandalkan kebenarannya setelah melalui pengujian sebagai berikut:
(a)    Fakta adalah sesuatu yang terjadi atau sesuatu yang ada variasinya, fakta-fakta yang digunakan mungkin sama, tetapi evidensinya bisa lain; (b) Untuk lebih meyakinkan fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi, perlu diadakan peninjauan atau observasi singkat terhadap fakta-fakta tersebut.
(c) Kalau pun sukar dilaksanakan, dapat juga melalui kesaksian-kesaksian, baik saksi biasa maupun saksi ahli (autoritas)

4.      Inferensi
Inferensi merupakan intisari informasi baru yang bersifat implisit dan eksplisit dari informasi yang diberikan (Cummings, 1999). Proses inferensi terjadi ketika dalam proses yang dapat digunakan oleh lawan bicara untuk memperoleh implikatur-implikatur dari ujaran penutur yang dikombinasikan dengan ciri konteks pada dasarnya merupakan proses inferensi. Konteks implikatur diperoleh bukan diberikan tetapi diciptakan. Hal ini merupakan pernyataan utama teori relevansi. Cruse (2000) berkomentar bahwaa konteks yang benar untuk menginterpretasikan ujaran tidak diberikan sebelumnya, melainkan pendengar memilih konteks dengan sendirinya.

            Inferensi terdiri dari tiga hal, yaitu inferensi deduktif, inferensi elaboratif, dan inferensi percakapan (Cummings, 1999). Lebih detail dijelaskan bahwa inferensi deduktif memiliki tiga tipe silogisme, yaitu ‘all’ dan ‘some’ baik afirmatif, maupun negatif. Inferensi deduktif memiliki kaitan dengan makna semantik. Implikatur percakapan, pra-anggapan, dan sejumlah konsep lain memuat kegiatan inferensi. inferensi dapat diperoleh dari kaidah deduktif logika dan dari makna semantik item leksikal. Inferensi menggunakan penalaran deduksi dalam kegiatan penalaran dan interpretasi ujaran. Inferensi elaboratif sangat terkait dengan pengetahuan ekstralinguistik penutur bahasa. Inferensi ini menemukan adanya pengaruh pengetahuan dan informasi kognisi. Pada tahun 1991, pakar inteligensi artifisial  Johnson-Laird dan Byrne (dalam Cummings, 1999) merumuskan tahap deduksi dalam teori model-model mental adalah (a) premis dan pengetahuan umum, (b) pemahaman, (c) model, (d) deskripsi, (e) simpulan terduga, (f) validasi, dan (g) simpulan valid.

Inferensi elaboratif memiliki peran dalam interpretasi ujaran. Cummings (1999) menggambarkan adanya integrasi interpretasi ujaran dari tiga subkomponen yang berpa abstrak (pengetahuan dunia), abstrak (pengetahuan komunikatif), dan fungsional (interferensi elaboratif). Namun oleh ahli pragmatik, kajian terhadap kelompok-kelompok inferensi ini bisa saja diabaikan karena para pakar inferensi elaboratif sebagian besar dari kalangan psikologi. Pakar pragmatik mengabaikan inferensi elaboratif tersebut dengan alasan disipliner ilmu.

Jika ditinjau kembali cakupan bahasan pragmatik dari beberapa ahli, akan diperoleh gambaran yang lebih dalam lagi.. Hal ini penting untuk memperdalam wawasan untuk menanggapi polemik disipliner inferensi dalam kajian interpretasi pragmatik atau inferensi elaboratif antarpakar psikologi dan pragmatik. Akhirnya muncul perlawanan inferensial elaboratif dengan interpretasi pragmatik.

Berdasarkan pendapat Nadar (2008) terkait topik bahasan pragmatik menyebutkan bahwa Searle, Kiefer, dan Bierwich (1980) menyatakan pragmatik berkaitan interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu dan cara menginterpretasi ungkapan tersebut tergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks. Levinson (1983) berpendapat bahwa kajian pragmatik merupakan kajian hubungan bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodefikasi dalam struktur bahasa’. Sementara itu, Parker (1986) menyatakan bahwa pragmatik mengkaji tentang bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Senada dengan Paker, Mey (1993) menyatakan bahwa kajian pragmatik tentang kondisi pengunaaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya. Terkait konteks, Wijana (1996) menyetujui pendapat ini dengan mengungkapkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks. Cruse (dalam Cumming, 1999) menyatakan pragmatik berkaitan dengan informasi, kode, konvensi, konteks, dan penggunaan.

5.      Implikasi
Implikasi diwujudkan dengan pernyataan “jika-maka” atau juga “if-then“. Implikasi adalah suatu pernyataan logika yang hanya akan bernilai salah ketika sebab bernilai benar DAN akibat bernilai salah.Tetapi kita harus ingat kalau “jika A maka B” tidak sama dengan “jika B maka A” karena alur implikasi hanyalah berjalan satu arah saja.
Contoh:
            “Jika lampu merah menyala maka kendaraan bermotor akan berhenti”
            kalimat diatas tidak akan sama dengan :
            “Jika kendaraan bermotor berhenti maka lampu merah menyala”
6.      Konsekuensi : adalah hubungan antara premis dan konklusi.

v  Cara Menguji data

a)      Observasi
fakta-fakta yang diajukan sebagai evidansi mungkin belum memuaskan seorang penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya dan juga pembaca, maka harus dilakukan peninjauan atau observasi.
b)      Kesaksian
Untuk memperkuat evidansinya, penulis dapat menggunakan kesaksian-kesaksian orang lain yang telah mengalami sendiri peristiwa tersebut.
c)      Autoritas
Fakta dalam  usaha  menyusun evidansi adalah meminta pendapat dari susatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat

v  Cara Menguji Fakta

a)      Konsistensi
        Konsistensi dalam ilmu logika adalah teori konsistensi merupakan sebuah sematik dengan sematik yang lainnya tidak mengandung kontradiksi. Tidak adanya kontradiksi dapat diartikan baik dalam hal semantik atau berhubung dengan sintaksis. Definisi semantik yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika ia memiliki model; ini digunakan dalam arti logika tradisional Aristoteles walaupun dalam logika matematika kontemporer terdapat istilah satisfiable yang digunakan. Berhubungan dengan pengertian sintaksis yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika tidak terdapat rumus P seperti yang kedua P dan penyangkalan adalah pembuktian dari aksioma dari teori yang terkait di bawah sistem deduktif.
b)      Koherensi
Koherensi atau kepaduan yang baik dan kompak adalah hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat itu. Bagaimana hubungan antara subjek dan predikat, hubungan antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan lain yang menjelaskan tiap-tiap unsur pokok tadi.
        Kesalahan yang seringkali merusakkan koherensi adalah menempatkan kata depan, kata penghubung yang tidak sesuai atau tidak pada tempatnya, penempatan keterangan aspek tidak sesuai dan sebagainya. Bila gagasan yang tidak berhubungan satu sama lain disatukan, maka selain merusak kesatuan pikiran, juga akan merusak koherensi kalimat yang bersangkutan. Dalam kesatuan pikiran lebih ditekankan adanya isi pikiran, sedangkan dalam koherensi lebih ditekankan segi stuktur, atau interrelasi antara kata-kata yang menduduki sebuah ltugas dalam kalimat.

v  Cara menilai Autoritas

a)      Tidak Mengandung Prasangka
Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya.
b)      Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Pengalaman dan pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya.
c)      Kemashuran dan Prestise
Apakah  pendapat yang diberikan autoritas sejalan dengan perkembangan dan kemajuan zaman atau koheren dengan pendapat sikap terakhir dalam bidang itu. Untuk memperlihatkkan bahwa penulis benar-benar siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, jangan berdasarkan pada satu autoritas saja, maka hal itu memperlihatkan bahwa penulis kurang menyiapkan diri.

Sumber :

Rahardi,R. Kunjana. 2005. Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:Erlangga