NAMA : NURUL ANWAR
NPM : 25212526
KELAS : 2EB20
BAB
IV HUKUM PERIKATAN
1.
Pengertian
Hukum
perikatan adalah suatu kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta
kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas suatu prestasi, sedangkan
subjek hukum yang lain berkewajiban untuk memenuhi prestasi.
Hukum perikatan hanya berbicara mengenai harta kekayaan bukan berbicara
mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari hukum perikatan. Harta kekayaan
adalah objek kebendaan. Pihak dalam perikatan ada dua yaitu pihak yang berhak
dan pihak yang berkewajiban.
Menurut para
ahli :
- Menurut Hofmann, Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.
- Menurut Pitlo, Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.
- Menurut Vollmar, Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim
2.
Dasar
Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada
di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang
dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan
manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi
perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan
KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
- Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
- Perikatan yang timbul undang-undang. Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu
a.
Perikatan terjadi karena
undang-undang semata
b.
Perikatan terjadi karena
undang-undang akibat perbuatan manusia
3.
Perikatan terjadi bukan perjanjian,
tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan
perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
3.
Asas-asas
Hukum Perakitan
1.
Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan
akibat suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt : “Perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang….” Para pihak harus menghormati
perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu merupakan kehendak bebas
para pihak.
2.
Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 KUHPdt : “semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang
membuatnya”. Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk : Membuat
atau tidak membuat perjanjian; Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; Menentukan bentuk
perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
3.
Asas Konsensualisme
Asas konsnsualisme dapat disimpulkan
dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt, Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat sarat : Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, Suatu hal tertentu, Suatu sebab yang
halal.Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai pernyataan kehendak
bebas yang disetujui antara pihak-pihak.
Di samping ketiga asas utama
tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan nasional, yaitu :
1. Asas kepercayaan;
2. Asas persamaan hukum;
3. Asas keseimbangan;
4. Asas kepastian hukum;
5. Asas moral;
6. Asas kepatutan;
7. Asas kebiasaan;
8. Asas perlindungan;
4.
Wanprestasi
dan akibat-akibatnya
Suatu
perjanjian, merupakan suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang
lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian
itu dibagi dalam tiga macam, yaitu :
- perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang, misalnya jual beli, tukar menukar, penghibahan (pemberian), sewa menyewa, pinjam pakai.
- perjanjian untuk berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan.
- Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain.
Wanprestasi
Apabila
si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia
melakukan “wanprestasi”. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa
empat macam :
- tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
- melaksankan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
- melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
- melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Mengenai perjanjian untuk
menyerahkan suatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan, jika dalam
perjanjian tidak ditetapkan batas waktunya tetapi si berutang akan dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan, pelaksanaan prestasi itu harus
lebih dahulu ditagih. Apabila prestasi tidak seketika dapat dilakukan, maka si
berutang perlu diberikan waktu yang pantas.
Sanksi yang dapat dikenakan atas
debitur yang lalai atau alpa ada empat macam, yaitu:
- Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi) Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
a.
Biaya adalah segala
pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu
pihak;
b.
Rugi adalah kerugian
karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian
si debitor;
c.
Bunga adalah kerugian
yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh
kreditor.
- pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan
Perjanjian Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal
1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian
diadakan.
- peralihan resiko; adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
- membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Tentang pembayaran ongkos biaya
perkara sebagai sanksi keempat bagi seorang debitur yang lalai adalah tersimpul
dalam suatu peraturan Hukum Acara, bahwa pihak yang dikalahkan diwajibkan
membayar biaya perkara. Menurut pasal 1267 KUHPer, pihak kreditur
dapat menuntut si debitur yang lalai untuk melakukan :
1.
pemenuhan perjanjian;
2.
pemenuhan perjanjian disertai ganti
rugi;
3.
ganti rugi saja;
4.
pembatalan perjanjian; pembatalan
disertai ganti rugi.
5.
Hapusnya
Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika
memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10
(sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a.
Pembayaran merupakan setiap pemenuhan
perjanjian secara sukarela
b.
Penawaran pembayaran tunai diikuti
dengan penyimpanan atau penitipan
c.
Pembaharuan utang
d.
Perjumpaan utang atau kompensasi
e.
Percampuran utang
f.
Pembebasan utang
g.
Musnahnya barang yang terutang
h.
Batal/pembatalan
i.
Berlakunya suatu syarat batal
j.
Lewat waktu.
Sistem Pengaturan Hukum Perakitan
- Pengaturan hukum perikatan menganut sistem terbuka. Artinya setiap orang bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun belum diatur dalam undang-undang.
- Pasal 1338 KUHPdt : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
- Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk :
Ø Membuat atau tidak membuat perjanjian;
Ø Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
Ø Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
Ø Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Sumber:
BAB V HUKUM
PERJANJIAN
1.
STRANDAR
KONTRAK
Menurut Mariam Darus, standar kontrak
terbagi 2 yaitu umum dan khusus :
1.
Kontrak standar umum artinya kontrak
yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada
debitur.
2.
Kontrak standar khusus, artinya kontrak
standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak
ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2.
MACAM-MACAM PERJANJIAN
A.
Perjanjian dengan cumua-Cuma dan
perjanjian dengan beban.
- Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
- Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
B.
Perjanjian sepihak dan perjanjian
timbal balik.
- Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
- Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
C.
Perjanjian konsensuil, formal dan
riil.
- Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
- Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
- Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
D.
Perjanjian bernama, tidak bernama,
dan campuran.
- Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
- Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
- Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
3.
SYARAT
SAHNYA PERJANJIAN
Suatu
perjanjian dinyatakan sah, apabila memenuhi 4 (empat) syarat sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut :
1)
Kesepakatan
mereka yang mengikatkan diri.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan
diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat tersebut
dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam (dengan
suatu sikap/isyarat). Suatu perjanjian dikatakan tidak memenuhi unsur kebebasan
apabila mengandung salah satu dari 3 (tiga) unsur di bawah ini, yaitu :
a.
Unsur paksaan (dwang)
Paksaan ialah paksaan terhadap badan, paksaan terhadap jiwa,
serta paksaan lain yang dilarang oleh undang-undang.
b.
Unsur kekeliruan (dwaling)
Kekeliruan terjadi dalam 2 (dua) kemungkinan yaitu
kekeliruan terhadap orang (subjek hukum) dan kekeliruan terhadap barang (objek
hukum).
c.
Unsur penipuan (bedrog)
Apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar.
Suatu perjanjian yang tidak mengandung kebebasan bersepakat
sebab terdapat unsur paksaan dan/atau unsur kekeliruan, dan/atau unsur penipuan
dapat dituntut pembatalannya sampai batas waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud
Pasal 1454 KUHPerdata. Baca juga tulisan terkait : “Kesepakatan Dalam Perjanjian”
2.)
Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan.
Seseorang dikatakan cakap hukum
apabila telah berumur minimal 21 tahun, atau apabila belum berumur 21
tahun namun telah melangsungkan perkawinan. Selain itu seseorang itu tidaklah
boleh sedang ditaruh dalam pengampuan (curatele), yaitu orang yang telah
dewasa tetapi dianggap tidak mampu sebab pemabuk, gila, atau boros. Untuk lebh
jelasnya dapat dilihat ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata yang perlu pula
dihubungkan dengan Pasal 330 KUHPerdata.
3.)
Suatu hal
tertentu.
Ketentuan mengenai hal tertentu
menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. Dalam membuat perjanjian antara
para subjek hukum itu menyangkut mengenai objeknya, apakah menyangkut benda
berwujud, tidak berwujud, benda bergerak, atau benda tidak bergerak. Hal
tertentu mengenai objek benda oleh para pihak biasanya ditegaskan dalam
perjanjian mengenai jenis barang, kualitas dan mutu barang, buatan pabrik dan
dari negara mana, jumlah barang, warna barang, dan lain sebagainya.
4)
Suatu
sebab yang halal (causa yang halal).
Sebab yang halal/causa yang halal
mengandung pengertian bahwa pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok
perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum
sehingga perjanjian itu kuat.
Syarat
kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dan syarat kecakapan untuk membuat
suatu perikatan disebut sebagai syarat subjektif, yaitu syarat untuk subjek
hukum atau orangnya. Syarat suatu hal tertentu dan syarat suatu sebab yang
halal merupakan syarat objektif, yaitu syarat untuk objek hukum atau bendanya.
4.
SAAT
LAHIRNYA PERJANJIAN
Ada beberapa teori yang bisa
digunakan untuk menentukan saat lahirnya perjanjian yaitu:
1.
Teori Pernyataan (Uitings Theorie).
Menurut teori ini, perjanjian telah ada/lahir pada saat atas
suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan.
2.
Teori Pengiriman (Verzending
Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah
saat lahirnya perjanjian.
3.
Teori Pengetahuan
(Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat
jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
4.
Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat
diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak
dibuka.
5.
PEMBATALAN
DAN PELAKSANAAN SURAT PERJANJNIAN
Penyebab
Pembatalan Perjanjian :
1.
Pekerja meninggal dunia.
2.
Jangka waktu perjanjian kerja
berakhir.
3. Adanya putusan pengadilan dan/atau
putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
4.
Adanya keadaan atau kejadian
tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,peraturan kerja, atau
perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Pelaksanaan Suatu Perjanjian :
Itikad
baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk
menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus
megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk
memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan
hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya
perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi
perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah
dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur
atau dibatalkan secara sepihak saja.
Sumber :
BAB VI HUKUM DAGANG (KUHD)
1.
Hubungan
Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum Dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku
manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum
yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama
lainnya dalam lapangan perdagangan. Hukum Perdata adalah ketentuan yang
mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu individu dalam masyarakat.
Hubungan
antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena
memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan
keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur
pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum
Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang
merupakan perluasan dari Hukum Perdata.Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis
dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat
mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUH Perdata (KUHS) dapat juga dipergunakan
dalam hal yang daitur dalam KUHD sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara
khusus.
2.
Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum
tahun 1983 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang yang melakukan
usaha dagang saja. Kemudian sejak tahun 1983 pengertian ‘perbuatan dagang’
menjadi lebih luas dan diubah menjadi ‘perbuatan perusahaan’ yang mengandung
arti lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).
3.
Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Didalam
menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seseorang pengusaha
tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut
dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang lain untuk
membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Sementara itu, pembantu-pembantu
dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni pembantu di dalam
perusahaan dan pembantu di luar perusahaan
1. Pembantu Di Dalam Perusahaan
Adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu
hubungan atas da bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya
pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, pemimpin filial, pedagang keliling,
dan pegawai perusahaan.
2. Pembantu Di Luar Perusahaan
Adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu
hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara
pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur
dalam pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan,
makelar, dan komisioner.
Dengan
demikian , hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang termasuk dalam
perantara dalam perusahaan dapat bersifat:
1) Hubungan pemburuhan , sesuai pasal
1601 a KUH Perdata;
2) Hubungan pemberian kuasa, sesuai
pasal 1792 KUH Perdata;
3) Hubungan hukum pelayanan berkala,
sesuai pasal 1601 KUH Perdata
4.
Pengusaha dan Kewajibannya
Hak pengusaha :
1. Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
2. Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi.
3. Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja.
4. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha.
Kewajiban
pengusaha :
1. Memberikan izin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut
agamanya.
agamanya.
2. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari jam sehari dan 40
jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan.
3. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan.
4. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan.
5. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi.
6. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.
7. Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek.
5.
Bentuk-Bentuk
Badan Usaha
Dalam
beroperasi, perusahaan haruslah memiliki badan hukum tertentu agar perusahaan
tersebut memiliki legalitas untuk menjalankan kegiatannya. Keberadaan badan
hukum perusahaan akan melindungi perusahaan dari segala tuntutan akibat
aktivitas yang dijalankannya. Karena badan hukum perusahaan memberikan
kepastian berusaha, sehingga kekhawatiran atas pelanggaran hukum akan
terhindar, mengingat badan hukum perusahaan memiliki rambu-rambu yang harus
dipatuhi. Dengan memiliki badan hukum, maka perusahaan akan memenuhi kewajiban
dan hak terhadap berbagai pihak yang berkaitan dengan perusahaan, baik yang ada
di dalam maupun di luar perusahaan.
·
Perusahaan
perseorangan
·
Firma
(fa)
·
Perseroan
komanditer (CV)
·
Perseroan
Terbatas (PT)
·
Koperasi
·
Yayasan
6.
Perseroan
Terbatas
Perusahaan
perseorangan merupakan bentuk badan usaha hukum yang hanya dimiliki oleh satu
orang dan menanggung seluruh resiko secara pribadi. Manajeman perusahaan
dikelola pemilik yang berfungsi sebagai direktur atau manajer atau bahkan
sekaligus pelaksana harian di perusahaan tersebut. Pemilik merupakan aktor utama
dalam mengambil setiap kebijakaan dan keputusan perusahaan. Kemudian juga dalam
hal pengelolaan aktivitas perusahaan sehari-hari, termasuk melakukan hubungan
dengan para pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.
Kelebihan:
- Seluruh laba menjadi miliknya. Bentuk perusahaan perseorangan memungkinkan pemilik menerima 100% laba yang dihasilkan perusahaan.
- Kepuasan Pribadi. Prinsip satu pimpinan merupakan alasan yang baik untuk mengambil keputusan.
- Kebebasan dan Fleksibilitas. Pemilik perusahaan perseorangan tidak perlu berkonsultasi dengan orang lain dalam mengambil keputusan.
- Sifat Kerahasiaan. Tidak perlu dibuat laporan keuangan atau informasi yang berhubungan dengan masalah keuangan perusahaan. Dengan demikian masalah tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh pesaing.
Kelemahan:
- Tanggung jawab pemilik tidak terbatas. Artinya seluruh kekayaan pribadinya termasuk sebagai jaminan terhadap seluruh utang perusahaan.
- Sumber keuangan terbatas. Karena pemiliknya hanya satu orang, maka usaha-usaha yang dilakukan untuk memperoleh sumber dana hanya bergantung pada kemampuannya.
- Kesulitan dalam manajemen. Semua kegiatan seperti pembelian, penjualan, pembelanjaan, pengaturan karyawan dan sebagainya dipegang oleh seorang pimpinan. Ini lebih sulit apabila manajemen dipegang oleh beberapa orang.
- Kelangsungan usaha kurang terjamin. Kematian pimpinan atau pemilik, bangkrut, atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan usaha ini berhenti kegiatannya.
7.
Koperasi
Koperasi
merupakan badan usaha yang terdiri dari kumpulan orang-orang yang bertujuan
mensejahterakan para anggotanya, walaupun dalam praktiknya koperasi juga
melayani kepentingan umum.
Menurut undang-undang nomor 25 tahun
1995, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi,
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasarkan asas kekeluargaan.
Tujuan koperasi adalah untuk
memajukan kesejahteraan para anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Kemudian koperasi juga ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kelebihan
- Prinsip pengelolaan bertujuan memupuk laba untuk kepentingan anggota. Misalnya koperasi pertanian mendirikan pabik pengilingan padi.
- Anggota koperasi berperan sebagai konsumen dan produsen.
- Dasar sukarela, orang terhimpun dalam koperasi atau masuk menjadi anggota dengan dasar sukarela.
- Mengutamakan kepentingan Anggota.
Kekurangan
- Keterbatasan dibidang permodalan.
- Daya saling lemah.
- Rendahnya kesaran berkoperasi pada anggota.
- Kemampuan tenaga professional dalam pengelolaan koperasi.
8.
Yayasan
Yayasan
merupakan badan usaha yang dibentuk untuk kegiatan sosial atau pelayanan
masyarakat. Tujuannya memberikan pelayanan seperti kesehatan atau pendidikan
atau pemberdayaan masyarakat umum dan tidak mencari keuntungan. Modal berasal
dari sumbangan, wakaf, hibah, atau sumbangan lainnya.
- Kelebihannya adalah membantu masyarakat sosial dengan tidak mencari keuntungan
- Kekurangannya adalah terbatasnya dana- dana yang di perlukan
9.
Badan
Usaha Milik Negara
Badan usaha milik negara (disingkat
BUMN) atau perusahaan milik negara merujuk kepada perusahaan atau badan usaha
yang dimiliki pemerintah sebuah negara. Di
Indonesia, definisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang
bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat.
Ciri-ciri BUMN:
Penguasaan
badan usaha dimiliki oleh pemerintah.
- Pengawasan dilakukan, baik secara hirarki maupun secara fungsional dilakukan oleh pemerintah.
- Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan pemerintah.
- Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
- Semua risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah.
- Untuk mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan negara.
- Agar pengusaha swasta tidak memonopoli usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak.
- Melayani kepentingan umum atau pelayanan kepada masyarakat.
- Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari keuntungan, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan.
- Merupakan salah satu stabilisator perekonomian negara.
- Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya prinsip-prinsip ekonomi.
- Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.
- Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh masyarakat, besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara.
- Pinjaman pemerintah dalam bentuk obligasi.
- Modal juga diperoleh dari bantuan luar negeri
- Bila memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
- Pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank.
SUMBER :