Kamis, 16 Januari 2014

Tugas Softskill - lembaga sejenis Koperasi di Dunia dan analisa perkembangan koperasi di indonesia



Nama              :           Nurul Anwar
Kelas               :           2EB20
Npm                :           25212526

SOAL :
1.      Cari lembaga sejenis Koperasi di Dunia
2.      Tuliskan hasil analisa tentang perkembangan Koperasi di Indonesia (Billingual)

Jawaban:
1.      Contoh lembaga sejenis Koperasi di Dunia


Aktivitas perkoperasian Swedia, boleh jadi serius menjalin kerja sama dengan kalangan gerakan koperasi di Indonesia. Indikasinya, sudah beberapa kali mereka menunjukkan perhatian yang cukup intensif. Ambil contoh, sejak 2005 pihak KF Project Center sebagai lembaga pendukung Swedish KF Group alias pusat koperasi konsumen Swedia melakukan sejumlah kunjungan ke Indonesia. Mereka mengunjungi sejumlah lembaga—termasuk Lapenkop dan Dekopin dalam konteks mencari mitra kerja.

Lalu pada 2006, KF Project Center memutuskan memilih Dekopin sebagai mitra kerja dan menunjuk Lapenkop untuk melaksanakan program-programnya. Implementasinya, pada April dan Juli 2006 dua orang anggota tim KF Project Center yaitu Ms Anette Engleryd dan Mr Rolf Akeby melakukan survei di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Hasil survei menyimpulkan, belum ada koperasi konsumen di Indonesia yang dapat dijadikan ‘patokan’ dari sisi manajemen maupun skala usaha.

Menindaklanjuti survei tersebut, KF Project Center mengirimkan tim lagi yang memahami tentang pengembangan usaha ritel koperasi. Masing-masing Mr Claes-Goran Norell yang ahli pengembangan sumber daya manusia dan Mr Lennart Peterson yang juga seorang psikolog ini. Kemudian pada pertengahan Februari lalu, juga ada penandatanganan nota kesepakatan antara KF Project Center yang diwakili oleh Mr Claes-Goran Norell dengan Dekopin yang diwakili oleh Ketua Umum Dekopin Adi Sasono.

Isi kesepakatan, tak lain mengenai program pengembangan koperasi bis¬nis ritel di Indonesia yang dimulai pada 2007 ini hingga 2011. Kedua pihak menyatakan, diharapkan melalui program ini koperasi konsumen yang sudah ada di Indonesia dapat menajdi salah satu pilar yang kokoh dalam konteks mewujudkan masyarakat yang mandiri dan mampu menyelesaikan sebagian persoalan perekonomian bangsa Indonesia.

Terkait dengan perkembangan KF Project Center, sejak tahun 2000 misalnya juga menjadi lembaga pendukung di bawah Swedish Co-operative Institute (Koopi). Secara kooperatif, KF Project Center sejak 1986 sudah memiliki kemitraan dengan sejumlah negara di Eropa Timur seperti Rusia, Polandia, Estonia, Bosnia Herzegovina, Lituania, Latvia dan Moldova. Termasuk beberapa negara di Asia, semisal Cina, Me¬sir atau Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Yang jelas, KF Project Center menyelenggarakan sebanyak 140 program di 30 negara.

Mayoritas dari program tersebut dibiayai secara bilateral dan multilateral. Misalnya antara Swedish Inter¬na¬tional Development Co-Operation Agency (Sida) dengan Unii Eropa. Ruang lingkup KF Project Center meliputi pengembangan koperasi, bisnis ritel, pergudangan dan distribusi, manajemen pelatihan dan pengembangan bisnis, ekspor dan impor maupun pengembangan koperasi perumahan. Selain fokus ke pengembangan koperasi, KF Project Center juga mendorong kemajuan pelaku usaha kecil dan menengah (small medium enterprise’s, SMEs) secara efektif.

Keunggulan Kompetitif Ritel
Berdasarkan data yang dapat diakses melalui www.kfpc.se dinyatakan, saat ini bisnis jenis ritel telah tumbuh menjadi sebuah komunitas bisnis yang tumbuh dengan sangat pesat. Selain itu, perdagangan ukuran ritel sebetulnya tumbuh melalui integrasi antara jaringan pemilik toko ritel dengan dominasi penuh di pihak distributor besar dan pabrikan barang-barang.

Jaringan bisnis ritel di tingkat nasional maupun internasional, akhir-akhir ini juga sudah mampu memotong biaya tinggi operasional maupun kegiatan pemasaran. Para pelaku bisnis ritel, yang jelas berarti juga mampu menekan harga hingga semurah-murahnya. Sekaligus memberikan pelayanan lebih baik kepada para pembeli. Mengapa demikian? Karena para pelaku bisnis ritel memang selalu berkompetisi agar mampu menarik minat para konsumen.

Itu sebabnya, demi memenangkan persaingan pasar seringkali pelaku jaringan ritel menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk meningkatkan keterampilan. Termasuk mempertajam pengetahuan mengenai seluk-beluk manajemen toko. Pelatihan di tingkat manajer maupun asisten manajer juga selalu digelar. Tujuannya, mengasah strategi pemasaran agar suskes menembus pasar.

B.     Groupe Banques Populaire
Groupe Banques Populaire adalah salah satu bank koperasi di Perancis didirikan oleh Jean Andre Lasse­rand, Groupe Banques Populaire yang bermarkas di Le Ponant de Paris 5 rue Leblanc Perancis ini, telah meng­alami perubahan nama sebanyak dua kali. Bank koperasi ini didirikan untuk me­rangsang inisiatif dan kewirausahawan. Terdiri dari 20 Bank, antara lain 18 Bank daerah bergerak di bidang yang sama, lalu Casden Banque Populaire yang ditu­jukan untuk simpan pinjam dari anggota staf Pendidikan Nasional Pene­litian dan Budaya dan Koperasi Kredit yang mayoritas anggotanya berasal dari ko­perasi, perusahaan bersama, Usaha Kecil Menengah (UKM) dan lain-lain.
Groupe Banques Populaire mem­punyai tujuan yang berbeda dari bank-bank kebanyakan. Banques Po­pulaire menginginkan kedekatan yang lebih dengan anggota yang membu­tuhkan dana segar untuk melanjutkan usahanya. Para anggota dari Banques Populaire juga diharuskan ber­par­tisipasi dalam pengadaan modal de­ngan cara menyetor simpanan wajib.
Dengan 3 juta lebih anggota dan 40 ribu karyawan, Banques Populaire menempati urutan pertama sebagai bank nelayan, bank guru dan bank yang menangani lebih dari 15 ribu asosiasi di Perancis. Di sini anggota bisa merasakan manfaat dari berbagai produk yang ditawarkan Gruope Banques Populaire, antara lain tabungan pensiun per­orang­an, factoring atau asuransi kredit untuk persahaan, pembiayaan untuk pedagang franchise dan UKM.



C. Koperasi Raksasa Tiga Negara - Coop Nordic 










Inilah koperasi konsumen hasil merger tiga koperasi koperasi konsumen di tiga negara Skandinavia, sebagai langkah strategis menghadapi globalisasi. Era koperasi transnasional, sudah dimulai.

Peristiwa bersejarah dalam peta perkoperasian dunia itu terjadi pada 1 Januari 2002. Tiga koperasi konsumen di tiga negara kawasan Skandinavia, melakukan merger dalam bisnis ritel fast moving consumer goods (FMCG), melahirkan Coop Nordic. Padahal, ketiga koperasi tersebut sudah mencapai skala ekonomi raksasa di negaranya masing-masing, yaitu Norges Kooperative Landsforening (NKL) di Norwegia, The Swedish Co-operative Union atau Kooperativa Förbundet (KF) di Swedia dan The Danish Consumers Co-operative Society atau Fællesforeningen for Danmarks Brugsforeninger (FDB) di Denmark. Komposisi saham dalam Coop Nordic, 42 persen dimiliki KF, 38 persen oleh FDB dan 20 persen milik NKL.

Di Norwegia, koperasi konsumen menggenggam pangsa pasar 24,1 persen bisnis ritel, dan tampil dalam deretan empat besar perusahaan ritel raksasa. Sedangkan di Swedia, penguasaan pangsa pasar oleh koperasi konsumen sebesar 21,6 persen. Bahkan di Denmark, pangsa pasar bisnis ritel yang dikuasai koperasi konsumen mencapai 36,5 persen. Dengan mengoperasikan sejumlah supermarket dan grosir, koperasi konsumen di negeri Hamlet itu bertengger dalam urutan tiga besar perusahaan ritel.

Lantas, mengapa mereka merasa harus melakukan merger? Di negara-negara Eropa, khususnya Skandinavia yang tradisi koperasinya sangat kuat, fenomena merger sebetulnya bukan langkah yang asing. NKL, KF dan FDB sendiri, merupakan hasil merger dari koperasi konsumen di negaranya masing-masing. Jadi, tidak aneh kalau jumlah koperasi di sana mengalami tren makin sedikit dan, sebaliknya, dengan skala usaha yang makin meraksasa.

Yang menjadi konsen para pegiat koperasi di negara-negara Skandinavia, tampaknya, bukan bagaimana mempertahankan keberadaan koperasinya sendiri, tetapi lebih pada bagaimana menghadapi lingkungan bisnis yang terus berubah dan semakin mengglobal. Perusahaan-perusahaan swasta, yang sudah lama mengonsolidasikan diri dengan membentuk multinational corporation (MNC), makin agresif melakukan ekspansi bisnisnya, hingga menciptakan kekuatan yang makin sulit ditandingi.

Maka, ketika fenomena globalisasi makin mengental dan kekuatan MNC kian menjadi, ketiga koperasi konsumen di tiga negara itu pun, merasa perlu untuk melakukan langkah radikal, dengan melakukan merger. Coop Nordic, koperasi konsumen hasil merger itu, bisa dikatakan sebagai koperasi transnasional yang pertama kali lahir di dunia.

Tentu saja, langkah merger tersebut dilakukan dengan perhitungan yang cukup rumit. Karena itu, kendati sudah diwacanakan sejak lama, baru terwujud setelah lahir kebijakan “Satu Eropa” di bidang ekonomi. Hasilnya, Coop Nordic mampu bekerja secara lebih efisien, dengan skala usaha terbesar di seluruh kawasan Skandinavia, bahkan menjadi pemain ritel makanan dan minuman terbesar di seantero Eropa.

Di samping soal ketatnya persaingan yang menuntut pengelolaan efisien agar menghasilkan harga bersaing, langkah merger juga didorong oleh tuntutan konsumen di Eropa, yang makin complicated. Mereka bukan hanya sensitif dengan harga, tetapi juga tidak bisa kompromi dengan kualitas produk, bahkan unsur lain seperti kesehatan, etika bisnis dan lingkungan hidup. Jika, misalnya, sebuah produk yang penggunaan atau proses produksinya membahayakan kesehatan bahkan lingkungan hidup, niscaya akan dijauhi meskipun harganya murah.

Secara keseluruhan, Coop Nordic menghimpun sekitar 7 juta anggota perorangan. Melalui koperasinya masing-masing, anggota koperasi di tiga negara itu menempatkan pengurus di Coop Nordic, yang berjumlah 13 orang.

Kehadiran Coop Nordic terbukti mampu memacu peningkatan pangsa pasar ritel FMCG di setiap negara, dan menambah jumlah outlet supermarket. Sebagian produk yang dipasarkan, sudah diberi label milik koperasi. Keunggulan koperasi konsumen di Skandinavia dibanding perusahaan ritel swasta, antara lain terletak pada keberadaannya yang nge-link ke koperasi produsen, terutama pertanian dan peternakan, yang produk olahannya menguasai pasar di negaranya masing-masing.

Coop Nordic mempekerjakan 28.290 karyawan yang tersebar di tiga negara, dan mengoperasikan 3.000 outlet. Dari seluruh outlet yang dioperasikan, koperasi mencetak volume usaha sekitar SEK 90 miliar per tahun (SEK 1 sekitar Rp 1.521,4). Setiap outlet, dikelola secara otonom oleh koperasi di masing-masing negara, agar bisa lebih menyesuaikan dengan kebutuhan anggota koperasi atau konsumen setempat. “Setiap koperasi di masing-masing negara, mempunyai tanggung jawab penuh dalam mengelola outlet,” ujar Nina Jarback, salah seorang pengurus Coop Nordic yang juga pengurus KF.
D. Koperasi Susu Amul - India
Pelopor persusuan di India adalah Amul. Didirikan pada tahun 1946, Amul memulai gerakan koperasi susu di India. Saat itu mereka sudah membentuk satu organisasi koperasi puncak bernama Perusahaan Persatuan Pemasaran Koperasi Susu Gujarat (Gujarat Cooperative Milk Marketing Federation, GCMMF). Hingga sekarang, persatuan pemasaran susu ini dimiliki bersama oleh sejumlah 2,2 juta produsen susu di Gujarat, India.
Tujuan utama dari GCMMF menurut Dr V Kurien yang pimpinan GCMMF adalah bertekad mewujudkan sebuah bangunan satu kekuatan masyarakat ekonomi India. Caranya? Melalui pembaharuan jaringan koperasi untuk menyediakan layanan dan produksi industri persusuan yang berkualitas. Sehingga mampu meningkatkan nilai tukar ekonomi masyarakat, yang berbentuk pengembalian modal maupun konsumsi kepada anggota-anggota kopersi atau para peternak sapi. 

E.   Wakerfen Food Corp
Dengan iklim liberal, persaingan bisnis di AS memang tidak memberi tempat untuk yang lemah. Tapi, koperasi bisa menjadi solusi bagi pengusaha kecil untuk bertahan bahkan mengembangkan bisnisnya, seperti yang dibuktikan Wakerfen Food Corp. Panggung bisnis ritel di Ame­rika Sekirat (AS), ibarat arena para gladiator yang bertarung secara bebas. Yang kuat, bisa leluasa menebas yang lemah hingga tersungkur tak berdaya. Perusahaan ritel yang disokong modal besar, me­rajalela dengan skala bisnis yang makin membesar, meminggirkan pe­rusahaan sejenis yang hidup de­ngan modal kecil.
Namun, bukan berarti ruang gerak si kecil benar-benar habis. Pada 1946, sejumlah pengusaha ritel “warungan”, menemukan stra­tegi jitu untuk menghadapi per­saing­an dengan peritel raksasa: membentuk koperasi! Louis Weiss, Sam, Al Aidekman, Abe Kesselman, Dave Fern, Sam Garb dan Albert Goldberg, memelopori pembentuk­an koperasi ini, yang diproklamirkan pada 5 Desember 1946.
Anggota yang berga­bung, diwajibkan menyetor modal 1000 dolar AS. Dengan modal yang terkumpul, lantas mereka pun ber­ge­rak dengan bendera Wakerefen Food Corp, ke dua arah sekaligus, yaitu ke beberapa suplayer supaya mendapatkan harga yang lebih murah, dan ke konsumen dengan memberikan harga bersaing dan pelayanan prima.
Pada 1951, koperasi memutuskan untuk menggunakan nama ShopRite, sebagai brand untuk semua toko yang dimiliki anggota. Langkah ini terbukti jitu mendongkrak omset penjualan, sekaligus menarik anggota baru, hingga jumlahnya mencapai 50 orang.

F.  Koperasi Wakerefen
            Koperasi Wakerefen, merupa­kan contoh prototipe koperasi yang bisa dikatakan benar-benar ‘bergaya America’ (American Style), yang dibentuk oleh iklim ekonomi liberal tulen. Koperasi sepenuhnya berge­rak sebagai badan usaha murni, seperti terlihat pada nama besar yang diusungnya, yaitu Wakerefen Food Corporation (Corp). Nama koperasi sama sekali tidak dimun­culkan.
Sebagai badan usaha, Wakerefen sepertinya tidak terlalu peduli dengan upaya untuk menambah jumlah anggota, agar lebih banyak masyarakat yang mendapatkan manfaat ekonominya. Sekarang ini, jumlah anggotanya malah menyu­sut tinggal 45 orang saja. Karena skala usahanya yang sudah sangat besar, sulit bagi pengusaha ritel kecil lainnya untuk bergabung jadi anggota, karena harus membayar simpanan yang juga sangat besar.
Jadi, Wakerefen nyaris sama de­ngan perusahaan ritel swasta, yang sahamnya dimiliki 45 orang. Namun, seperti sudah disebutkan, secara internal Wakerefen tetap menjalankan prinsip koperasi, terutama menyangkut pengambilan keputusan strategis. Suara setiap anggota atau pemegang saham, tetap saja satu (one man one vote).
Dengan anggota yang hanya 45 orang, pengambilan keputusan memang bisa berlangsung relatif mudah. Sebagai pengusaha yang sudah besar dengan kepemilikan lebih dari satu toko, mereka bersikap sangat rasional. Setiap keputusan, selalu dilandasi oleh perhitungan sejauh mana bisa menguntungkan bisnis tokonya.
Namun begitu, keberhasilan koperasi untuk tetap bertahan dengan prinsip one man one vote, tetap saja luar biasa. Di sini, kope­rasi berhasil melebur ego setiap anggota yang sudah mapan dan sangat rasional itu. Berkurangnya jumlah anggota, sebagian besar karena ada individu anggota yang mempunyai ego tinggi, kemudian memutuskan keluar karena merasa sudah bisa berjalan sendiri. Tapi, hal itu tidak masalah bagi koperasi, yang tingkat kemapanannya sudah hampir setara dengan raksasa ritel di AS lainnya.
G.  Koperasi AceHardware 
Koperasi AceHardware telah berkembang menjadi sebuah korporasi yang mendunia. Di mulai dengan sebuah toko kecil di Chicago, kini Ace Hardware telah merambah ke banyak negara termasuk Indonesia. Anda mungkin termasuk yang tidak asing dengan Ace Hardware, ritel perkakas yang sangat terkenal itu. Di kota-kota besar Indonesia, Ace Hardware relatif mudah ditemui, karena memiliki 42 gerai, yang tersebar di berbagai provinsi.
Ace Hardware, dengan markas utama di Oak Brook, Illinois, Amerika Serikat (AS), memang telah menjelma menjadi jaringan ritel perkakas kelas dunia. Selain di Indonesia, gerainya sudah merambah di lebih dari 60 negara. Mulai dari Asia Tengah sampai Inggris, dan dari Indonesia sampai Meksiko. Dengan total lebih dari 5 ribu gerai di seluruh dunia, Ace Hardware mencetak total volume usaha lebih dari 3 miliar dolar AS per tahun. Di setiap negara, termasuk Indonesia, Ace Hardware hadir tak ubahnya sebuah korporasi biasa biasa. Padahal, sejatinya, perusahaan raksasa ini adalah koperasi. 
Karena Koperasi Ace Hardware sudah sangat besar, maka untuk menjadi anggota tidak lagi mudah. Calon anggota harus menyediakan dana cukup besar. Biaya aplikasi saja sudah 5 ribu dolar AS, dan simpanan sebagai saham 5 ribu dolar AS juga. Sedangkan modal untuk memulai sebuah gerai, minimal 740 ribu dolar AS. Modal sebanyak itu, 250 ribu dolar AS di antaranya disediakan calon anggota, sedangkan 390 ribu dolar AS merupakan pinjaman dari Ace Hardware. Modal tersebut, belum termasuk kepemilikan atau sewa gedung, yang lokasi dan luasnya harus memenuhi standar Ace Hardware.
Setelah menjadi raksasa ritel di tanah kelahirannya, AS, Ace Hardware masih terus melebarkan sayap bisnisnya, de­ngan melakukan ekspansi di berbagai negara. Dan, seperti koperasi lain yang skala usahanya sudah meraksasa terutama di AS, Ace Hardware pun kemudian lebih banyak bergerak sebagai korporat (perusahaan biasa). Tidak ada informasi lebih lanjut, sejauh mana, misalnya, prinsip-prinsip koperasi dijalankan, ketika koperasi ini bergerak menjalankan bisnisnya di negara lain.
Namun, dengan menjalankan sistem franchise, Ace Hardware memang memberi kesempatan kepada pemodal di manapun, untuk memiliki gerai sendiri, lengkap dengan brand dan standar pelayanan Ace Hardware yang sudah men­dunia. Di Indonesia, misalnya, Ace Hardware berkibar dengan PT Ace Hardware Indonesia, yang sebagian besar (60 per­sen) sahamnya dimiliki PT Kawan Lama.Selain menawarkan sistem franchise untuk merangkul pengusaha lokal, keberhasilan gerai Ace Hardware di berbagai negara, juga didukung oleh strategi yang jitu dalam mengikutsertakan berba­gai produk lokal. Sampai akhir 2008, de­ngan cakupan operasional di lebih dari 60 ne­gara, Ace Hardware mempekerjakan le­bih dari 100 ribu orang. 
H.  Koperasi Peratnia Kanada
SEKTOR perkoperasian di Kanada, sudah menjadi bagian integral dari roda perekonomian. Itu sebab¬nya banyak aspek kehidupan di negara ini sudah bisa ditangani oleh koperasi. Di sekitar wilayah perkantoran hingga kehidupan di sejumlah rumah tangga, juga mendapat pelayanan dari lembaga bisnis koperasi. Termasuk layanan di bidang keuangan, perbankan dan asuransi, koperasi di salah satu negara dari 10 negara industri terbesar alias G-8 ini juga dilakukan oleh koperasi.
Fakta juga menunjukkan, terutama di negara bagian Atlantik, Prairi dan Pasifik negara ini sangat dikenal sebagai penghasil produk perikanan, kehutanan dan pertanian. Pada konteks ini pun, koperasi pertanian memainkan peran yang strategis. Peranan ini bukan datang dengan tiba-tiba. Sebab sudah berabad sebelumnya, penduduk asli maupun pendatang di negara yang terdiri dari 10 provinsi ini hidup dan bekerja di perkebunan
Tak mengherankan jika saat ini masyarakat negara berpenduduk sekitar 32 juta orang ini, memasuki era yang disebut revitalisasi masyarakat pedesaan secara nyata. Sekarang mereka sangat membutuhkan organisasi pemasaran transparan. Tujuannya, para petani mendapat keuntungan diharapkan. Dengan catatan, selama mereka mampu memasok berbagai produk pertanian atau perkebunan yang dibutuhkan pasar. Maka institusi koperasi adalah jalan keluar yang tidak diragukan.Di sisi lain sejumlah koperasi pertanian yang sudah ada, tak segan-segan memperbaiki diri. Atau menyesuaikan dengan masukan dan tuntutan dari anggota koperasi maupun warga masyarakat selaku konsumen. Secara kuantitatif, jumlah koperasi yang pada 1986 berjumlah 955 koperasi menjadi 1.288 koperasi pertanian pada 2000.
Sampai tahun 2000 itu, wilayah negara dengan empat musim ini seluruh kinerja koperasi pertaniannya mampu menyumbang pendapatan negara senilai sekitar 19,6 miliar Dolar AS per tahun. Sedangkan penetrasi pasar produk koperasi pertanian ini, mencapai 80 persen dari total pasokan di pasaran produk pertanian. Prosentase itu termasuk di dalamnya untuk produk susu, biji-bijian dan minyak nabati.
I.  Zenrosai
Zenrosai adalah salah satu koperasi asuransi paling maju di Jepang, dengan jumlah anggota mencapai 13,9 juta orang. Koperasi ini hadir sebagai penunjang kesejahteraan anggotanya.Jepang bukan hanya dikenal sebagai negara industri, yang sanggup menyalip perkembangan industri ne­gara-negara barat. Di negeri Matahari Terbit ini, koperasinya pun mengalami perkembangan yang mencengangkan. Zen-Noh, sekunder koperasi pertanian Jepang, telah menjelma menjadi kope­rasi terbesar sejagad, versi Internatio­nal Co-operative Alliance (ICA), melewati perkembangan koperasi-koperasi di Ero­pa dan Amerika Serikat, yang mempunyai sejarah jauh lebih panjang.
Berdiri sejak September 1957, Zenrosai berhasil menjadi salah satu “duta koperasi”, untuk menunjukkan keunggulan koperasi dibanding perusahaan swasta, terutama dalam hal membe­rikan layanan terbaik dan paling me­nguntungkan. Sebagai koperasi, sejak awal, Zenrosai tidak semata-mata mengejar laba. Orientasi utamanya ada­lah, memberikan keuntungan maksimal pada anggotanya. Kontribusi ang­gota dalam bentuk simpanan dan pembayaranpremi, diakumulasikan untuk kemudian memberikan pelayanan terbaik. Sebagai pemilik, anggota juga mempunyai akses terhadap pro­ses pengambilan keputusan strategis, dan pengawasan, melalui mekanisme yang disepati bersama.
Di Koperasi Zenrosai, setiap anggota akan merasakan manfaat ekonomi yang besar. Semboyan all for one, one for all yang sangat populer itu, selalu diusung Zenrosai sebagai tag line karena pas dengan prinsip pengelolaan koperasi. Saat ini, Zenrosai memiliki anggota sebanyak 13,9 juta orang. Mereka adalah pemegang polis dari berbagai produk asuransi yang dikeluarkan Zen­­rosai. Total asset yang berhasil dihimpun, mencapai 2.822 miliar Yen

J. Koperasi Campina
Campina, merek makanan berbasis susu yang masyur di dunia, adalah koperasi susu yang menghimpun peternak dari Belanda, Belgia dan Jerman. Setelah sukses menyatukan koperasi di tiga negara, Campina siap melakukan mergerdengan koperasi raksasa lainnya, Friesland. Anda mungkin bukan penggemar es krim.Tapi, ketika mendengar nama Campina, kemungkinan besar Anda tahu bahwa itu merek es krim. Ya, di Indonesia, Campina memang telah menjadi salah satu merek es krim paling terkenal. Tapi, tahukah Anda, Campina adalah sebuah koperasi peternak sapi susu?
Awalnya, Campina adalah sebuah koperasi kecil, yang dibentuk oleh para peternak di daerah Tungelroy, Belanda, pada 1892. Ketika itu, fungsi koperasi hanya sebatas untuk menekan risiko dan menghemat biaya produksi susu setiap anggotanya. Antara lain, dengan melakukan pembelian pakan secara bersama, dan penggunaan alat pengolah susu (cooling unit) secara bersama.
Di beberapa daerah lain, juga berdiri koperasi-koperasi petani susu. Semuanya bergerak dalam skala yang sangat terbatas. Pada 1947, terjadi langkah besar. Koperasi-koperasi peternak itu, melakukan merger. Tujuannya, agar bisa melakukan kegiatan lebih luas, terutama memproduksi susu menjadi produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.Dengan jumlah anggota yang lebih banyak, koperasi hasil merger yang diberi nama DMV Campina tersebut dapat mendirikan sebuah pabrik, lengkap dengan peralatan modern. Pada saat itu juga, koperasi menggunakan merek Campina untuk setiap produk yang dihasilkannya.
K.  Mondragon
Mondragon atau lengkapnya Mondragon Coorporation Cooperative (MCC) adalah Koperasi Pekerja yang didirikan pada tahun 1956 dengan beranggotakan 62.764 orang (thn. 2005). Koperasi pekerja ini mengelola 264 perusahaan meliputi 3 sektor keuangan,industri dan distribusi ritel. Dalam bidang keuangan MCC yang berlokasi di Provinsi Basque, Spanyol itu mengelola beberapa buah Bank dan  Asuransi, dalam bidang industri mengelola 12 divisi yang memproduksi  alat-alat pertanian, komponen otomotif hingga komponen pesawat terbang. Sedangkan dalam bidang distribusi ritel, mengelola barang-barang komersil serta toko-toko makanan, antara lain Toko Eroski yang merupakan salah satu toko makanan paling terkenal di Eropa. Eroski juga merupakan mata rantai toko-toko di Spanyol yang terdiri dari hypermarket, supermarket dan toko swalayan. Dalam sektor industri , MCC menempati peringkat nomor 7 terbesar di Spanyol.

L. Swedish Cooperative Centre
Pusat Koperasi Swedia (Swedish Cooperative Centre—SCC) didirikan gerakan koperasi Swedia tahun 1958. Tujuannya, memberi masukan dan meningkatkan taraf kehidupan wanita dan laki-laki miskin serta peran mereka membangun negara.Membangun usaha melalui kerja sama dan kolaborasi yang saling menguntungkan. Itulah prinsip yang dianut SCC, atau prinsip berkoperasi tanpa batasan (Kooperation Utan Granser). Visi organisasi SCC adalah dunia bebas dari kemiskinan dan ketidakadilan.
Target kelompok utama dari SCC adalah wanita dan laki-laki miskin, khususnya di wilayah perdesaan Swedia. Kelompok ini adalah anggota biasa dari organisasi informal yang bekerja untuk tujuan kesejahteraan.Kemiskinan warga di Swedia umumnya akibat kurangnya kesempatan dan berorganisasi. Untuk itu, SCC bekerja secara partnership, memberikan dukungan mobilisasi dan pengembangan dari dasar keorganisasian untuk anggota dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupan rakyat miskin. Dengan alasan tersebut, SCC juga bekerja mencetak opini dan dukungan publik yang mengun¬tungkan pembangunan yang mendasar bagi masyarakat.
Para pendiri dan para anggota SCC adalah federasi nasional mewakili seluruh koperasi besar Swedia dan beberapa sektor koperasi. SCC memiliki 62 anggota organisasi koperasi konsumen, federasi petani dan organisasi koperasi perumahan. SCC menerapkan cara kerja secara kolaborasi dengan anggota organisasi. Federasi menyediakan sumber keuangan melalui pembiayaan keuangan untuk pengembangan program.
Ada tujuh strategi yang direncanakan SCC. Yakni kebijakan untuk perumahan dan lingkungan, persamaan gender dan pemberdayaan wanita, rekanan di dalam kerja sama pengembangan, strategi untuk Afrika Timur dan Afrika Selatan untuk periode 2004-2007. Selain itu, strategi untuk Eropa Timur dan Tengah untuk 2004-2007, strategi untuk wilayah Amerika Latin 2002-2006, dan strategi komunikasi.

2.      Analisis Perkembangan Koperasi di Indonesia (bilingual)

Koperasi merupakan suatu  unit ekonomi yang didasarkan atas asas gotong royong, tolong-menolong, kekeluargaan. Koperasi juga sangat membantu masyarakat bahkan perekonomian Negara ikut didongkrak juga jika koperasi benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh semua pihak yang ada di Negara tersebut. Tetapi keadaan koperasi di Indonesia sangat jauh tertinggal tertinggal dengan Negara-negara maju, banyak sekali koperasi di Indonesia yang sudah tidak aktif lagi atau sudah tergantikan oleh Bank.
Mungkin keadaan tersebut dipengaruhi dari banyak hal, salah satunya yaitu cara pengelolaan yang kurang baik. Pandangan masyarakat terhadap koperasi masih sangat minim, bahkan bisa dibilang hampir setiap warga Indonesia menganggap bahwa koperasi sebagai ekonomi kelas bawah. Sehingga hal-hal tersebut yang menurut saya sangat menghambat perkembangan dan kemajuan koperasi di Indonesia. Perkembangan koperasi Indonesia yang berkembang bukan dari kesadaran masyarakat namun berasal dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke masyarakat, berbeda dari Negara-negara maju, koperasi berkembang berdasarkan kesadaran masyarakat untuk saling membantu dan mensejahterakan yang merupakan dari tujuan koperasi sendiri. Sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja, berbeda dengan Indonesia, pemerintah bekerja double, yaitu sebagai mendukung dan mensosialisasikan untuk masyarakat ke bawah.
Pengetahuan para anggotanya pun menurut saya masih sangat kurang tentang koperasi, dan masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus karena tanpa partisipasi anggota tidak ada pengawasan  dari anggotanya sendiri terhadap pengurus.

Cooperative is an economic unit that is based on the principles of mutual cooperation, mutual assistance, and kinship. Cooperatives also help people even joined the State's economy is also boosted if the cooperative is really put to good use by all parties in the State. But the cooperative situation in Indonesia is lagging far behind the developed countries, many cooperatives in Indonesia, which is no longer active or has been replaced by the Bank.
The state may be influenced from many things, one of which is poor management practices. The view of the co-operative society is still very low, even practically almost every citizen of Indonesia considers that the cooperatives as the economic underclass. So that these things which I greatly impede the development and progress of cooperatives in Indonesia. Indonesia's burgeoning cooperative development of public awareness but not derived from government support socialized into society, different from developed countries, developing cooperative based public awareness to help each other and that is the welfare of the cooperative's own purposes. Thus the government will be a supporter and protector alone, unlike Indonesia, the government is working double, that is as supportive and disseminate to the public down.
Knowledge of any of its members is still lacking in my opinion about the cooperative, and the people who become members of the cooperative merely know it is only to serve customers as usual, both for consumer goods or loans. They do not yet know very well that the consumer cooperatives also means the owner, and they are entitled to participate contribute suggestions for the betterment of his cooperative and entitled to supervise the performance of the board. Such a situation is certainly very susceptible to misappropriation of funds by the board because without the participation of members there is no monitoring of its own members to the board.



Sumber :